Scroll untuk membaca artikel
Pebriansyah Ariefana
Minggu, 22 Agustus 2021 | 19:35 WIB
Sejumlah seniman tradisional di Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur mengeluhkan diterapkanya Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyatakat (PPKM). Karena selama PPKM mereka kehilangan mata pencaharianya. (ist)

SuaraBogor.id - Sejumlah seniman tradisional di Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur mengeluhkan diterapkanya Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyatakat (PPKM). Karena selama PPKM mereka kehilangan mata pencaharianya.

Di masa PPKM level 3, kegiatan yang dapat menimbulkan kerumunan orang banyak tidak dipernenankan, seperti hajatan, pesta pernikahan atau pagelaran kesenian tradisional lainnya.

Asep Dewa (49) seorang seniman tradisional, di Desa Wangunsari, Kecamatan Naringgul mengungkapkan, selama diberlakukanya PPKM, semua jadwal manggung untuk mengisi sejumlah pernikahan, hajatan dan acara lainnya dibatalkan.

Sejumlah seniman tradisional di Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur mengeluhkan diterapkanya Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyatakat (PPKM). Karena selama PPKM mereka kehilangan mata pencaharianya. (ist)

"Bulan kemarin saja, saya sudah menerima 20 permintaan yang ingin menggunakan jasa hiburan, namun karena PPKM dan takut dibubarkan, serta didenda mereka terpaksa membatalkannya," katanya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Minggu (22/8/2021).

Baca Juga: Umat Hindu Gelar Upacara Wisuda Bumi

Asep Dewa merupakan seorang seniman tradisonal yang tergabung dalam Grup Musik Desa dan jasa hiburan seperti orgen tunggal, dandutan, hingga tari jaipongan.

Sebelum diterapkan PPKM, kata dia, mengguna jasa hiburan bisa mencapai 4 sampai 7 kali manggung dalam satu bulan.

Namun semenjak PPKM diterapkan tidak ada sama sekali.

Sejumlah seniman tradisional di Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur mengeluhkan diterapkanya Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyatakat (PPKM). Karena selama PPKM mereka kehilangan mata pencaharianya. (ist)

"Karena tidak ada jadwal manggung, dan penghasilan pun tidak ada. Untuk memenuhi keburuhan keluarga, saya terpaksa harus bekerja serabutan, seperti menjadi buruh tani, atau membersihkan kebun," ucapnya.

Hal serupa diungkapkan, Tohid Acid (37) seorang seniman musik tradisional di Kampung Cidung, Desa Wangunsari, mengaku kebingungan untuk memenuhi butuhan sehari - harinya.

Baca Juga: Pembelajaran Tatap Muka Terbatas di Jawa Timur Belum Diputuskan

Karena selama ini dirinya hanya mendapatkan penghasilan dari panggung ke panggung.

"Karena PPKM masih berlaku, dan mata pencaharian utama saya gak ada, untuk memenuhi kebutuhan keluarga, saya terpaksa beralih menjadi buruh serabutan. Namun ada juga beberapa rekannya yang menganggur," katanya.

Tohid mengaku, selama satu bulan terkahir sudah beralih profesi menjadi sebagai buruh serabutan, mulai dari butuh tani, kuli bangunan, dan pembersih kebun.

"Selama menjadi buruh serabut, sehari hanya mendapatkan uang sebesar Rp 75 ribu. Padahal bayaran dalam memanggung bisa mencapai Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu per satu kali manggung," jelasnya.

Tohid, Asep dan sejumlah seniman tradisional lainya berharap, pemerintah tidak terus terusan memperpanjang PPKM, karena dampaknya sangat memberatkan mereka. Selain pemerintah untuk cepat menangani pandemi Covid-19.

Kontributor : Fauzi Noviandi

Load More