Scroll untuk membaca artikel
Andi Ahmad S
Senin, 03 Januari 2022 | 13:43 WIB
Warga Sempur Kidul yang menggugat Korem 061/Suryakancana saat menggelar pertemuan dengan pengacaranya dari LBH Keadilan Bogor Raya Sugeng Teguh Santoso.(Bogordaily.net)

SuaraBogor.id - Pasca hebohnya Danrem 061/Suryakancana, Brigjen Achmad Fauzi mendatangi ponpes Habib Bahar beberapa waktu lalu, kini muncul dua orang warga Kota Bogor menggugat Korem 061/Suryakancana ke Pengadilan Negeri Bogor.

Dua warga Sempur Kota Bogor ini menggugat Korem 061/Suryakancana terkait pengosongan paksa sebuah lokasi tanpa memberikan ganti rugi.

Gugatan tersebut didaftarkan kuasa hukum LBH Keadilan Bogor Raya (LBHKBR) pada hari Kamis, tanggal 30 Desember 2021 dengan Nomor Perkara: 217/Pdt.G/2021/PN Bgr dan Nomor Perkara: 218/Pdr.G/2021/PN Bgr terkait kepemilikan objek bangunan rumah warga yang berlokasi di Jalan Sempur Kidul, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor.

Dua warga sempur tersebut yaitu Ida Hartini (51) pemilik bangunan rumah H.10 No.14 RT.02/RW.01 yang ditempati bersama orang tuanya sejak tahun 1959 dan Enok Toriah (71) pemilik bangunan rumah H.26 No.13 RT.02/RW.01 yang ditempati bersama orang tuanya sejak tahun 1961, yang telah membangun dan merawat bangunan rumah tersebut yang pada saat itu berstatus tanah garapan keluarganya atau tanah negara bebas.

Baca Juga: Habib Bahar Didatangi Jenderal TNI, Politisi PDIP Ingatkan Ajaran Islam Memuliakan Tamu

“Bangunan rumah Ibu Ida dan Ibu Toriah adalah milik mereka atas dasar prinsip Bzitter yang telah menempati lebih dari 60 tahun,” ujar Pengacara Penggugat Sugeng Teguh Santoso, melalui siaran pers tertulisnya, yang diterima wartawan, Senin (3/1/2022).

Selain itu, lanjut Sugeng, keluarga mereka juga membangun bangunan rumah itu dengan biaya sendiri, bahkan saat dalam membangun, bangunan rumah itu tidak ada intervensi dari pihak manapun, maka kepemilikan bangunan tersebut harus dilindungi oleh hukum, tidak boleh diusir secara semena-mena.

“Bahwa tanah dan bangunan tersebut merupakan peninggalan tentara belanda (KNIL) yang mana ketika Negara Republik Indonesia merdeka, tanah tersebut menjadi tanah negara bebas yang bisa ditempati oleh siapapun, bahkan bisa diajukan Hak Milik apabila sudah menempati sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) tahun berturut-turut,” kata Sugeng menambahkan.

Sedangkan terkait kepemilikan tanah dengan bangunan atau benda-benda yang berdiri di atas tanah, harus dibedakan atau dipisahkan, karena hukum pertanahan nasional kita yaitu Undang-Undang Pokok Agraria atau sering kita sebut UUPA mengandung prinsip pemisahan horizontal, dimana kepemilikan tanah dan bangunan bisa saja berbeda.

Hal yang sama juga diungkapkan Firman yang juga bagian LBHKBR, dua gugatan yang diajukan warga sempur yaitu terkait gugatan ganti rugi atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk membangun dan merawat bangunan rumah tersebut, yang mana saat ini bangunan rumah ditempati orang lain atas perintah Korem 061/ Suryakancana. Padahal sebelumnya pihak Korem sudah mengeluarkan Surat Edaran (SE) yang ditandatangani oleh Kepala Seksi Logistik (Kasilog), yang menyatakan harus mengganti kerugian bagi orang yang mau menempati rumah tersebut.

Baca Juga: Disorot usai Datangi Habib Bahar, Brigjen Ahmad Fauzi: Itu Wilayah Saya

Load More