SuaraBogor.id - Persoalan kebangsaan mengemuka dalam webinar nasional yang diselenggarakan DPP LDII, pada Senin (21/2). Dalam kesempatan itu, Akademisi Universitas Paramadina Yudi Latif mengingatkan semua pihak.
Dia mengatakan, bahwa globalisasi menarik bangsa Indonesia ke ideologi-ideologi internasional. Sekaligus menekan balik, sehingga ideologi itu menciptakan perlawanan di tingkat akar rumput.
Yudi Latif menyampaikan pemikiran tersebut, pada webinar bertema “Sosialisasi Perpol No. 1 Tahun 2021 tentang Pemolisian Masyarakat dan Peningkatan Peran LDII dalam Kerjasama dengan Polri untuk Pembentukan Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM)”.
Yudi menjabarkan, untuk menjadi rakyat Indonesia harus memiliki keluasan mental seluas Indonesia, dan memiliki kekayaan rohani sebanyak dan semajemuk Indonesia.
Pancasila mampu menyatukan perbedaan, namun sebagai ideologi negara ia juga tak lepas dari tantangan akibat globalisasi.
Ia menjabarkan, Pancasila menggambarkan keragaman Indonesia dari berbagai sisi. “Sila pertama menggambarkan keragaman agama, sila kedua menggambarkan keragaman ras manusia, sila ketiga menggambarkan keragaman etnis, adat, dan budaya, sila keempat menggambarkan keragaman aliran-aliran dan afiliasi politik, serta sila kelima menggambarkan keragaman bentuk lampiran hirarki sosial dan peradaban,” ujarnya.
Menurutnya, dalam kondisi keterkinian, fenomena globalisasi membawa dua konsekuensi, pertama globalisasi adalah take away, menarik bangsa dipersatukan dalam pengaruh internasional, lewat teknologi telematika. Sehingga, pusat global merembes masuk ke berbagai wilayah, bahkan masuk pada sudut terpencil di dunia, menghasilkan fenomena global village.
“Akibatnya, ideologi global merembes masuk nyaris tanpa gatekeeper. Dahulu ulama dan kyai, bisa menyeleksi dahulu, baru kemudian mana yang diperbolehkan masuk ke masyarakat, mana yang tidak. Kini dengan teknologi digital, merembet masuk ke desa,” ungkapnya.
Kedua, globalisasi bersifat pushdown, menekan bangsa dan negara ke bawah, sehingga melahirkan luberan. Hal tersebut, membuat Indonesia yang majemuk dikarenakan tekanan globalisasi tersebut, menghadapi kenyataan pluralisasi eksternal dan internal,” jabarnya.
Baca Juga: Tuntut Indra Kenz Jadi Tersangka, Korban Binomo Ramai-ramai Geruduk Mabes Polri
Kompleksitas tersebut membuat, isu yang berkaitan dengan conflict resolution, bagaimana menjaga ketertiban dan keamanan, mendapatkan tekanan yang sangat serius. Tekanan terhadap nilai Pancasila, dapat dilihat dari tekanan yang mengalir pada setiap sila itu sendiri.
“Sila pertama, mestinya mengajak, apapun perbedaan agama, aliran, dipersatukan semangat ketuhanan yang welas asih, tapi sekarang, banyak orang mengalami artikulasi agama, sehingga melahirkan ekspresi yang keras dan mengarah konflik di akar rumput,” ungkapnya.
Pada sila kedua, adanya pengaruh globalisasi yang makin intens, dapat menjadikan wilayah zona konflik. “Pengaruh dan berbagai kompetisi persaingan ideologi global, serta jaringan terorisme bisa merembes, menjadi sel diam di desa-desa,” ujarnya.
Sila ketiga, Indonesia yang multikultural, mestinya terbiasa mengembangkan sikap hidup merekatkan persatuan, namun seringkali berkembang sikap monokultural, yang lebih mengedepankan sesama kubu saja, suku saja, dan aliran agama tertentu saja.
“Seharusnya, desa dapat menjadi zona yang relatif aman dan tentram, namun penetrasi pengaruh global dapat membuat robekan sosial terjadi,” jelasnya.
Pada sila keempat, globalisasi dapat melahirkan polarisasi masyarakat. “Elitnya sudah berangkulan, tetapi sisa pembenturan masih merembes di desa, ternyata pada pemilu, dapat melahirkan peristiwa perceraian akar rumput, yang dipicu konflik politik,” ujarnya.
Berita Terkait
-
Tuntut Indra Kenz Jadi Tersangka, Korban Binomo Ramai-ramai Geruduk Mabes Polri
-
Polri Temukan Kasus Penimbunan dan Penyelewengan Minyak Goreng, Modusnya Beragam, Ada yang Dicampur Air
-
Polri Ungkap Dugaan Penimbunan Minyak Goreng di Sejumlah Wilayah Indonesia
-
Satgas Pangan Polri Ungkap Kasus Penimbunan hingga Minyak Goreng Oplos Air
-
Laporkan Korupsi Desa Malah jadi Tersangka, Kabareskrim Terjunkan Tim Khusus Awasi Kasus Nurhayati di Polres Cirebon
Terpopuler
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
6 Mobil Bekas Paling Cocok untuk Wanita: Lincah, Irit, dan Punya Bagasi Cukup
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
-
Kuota Pemasangan PLTS Atap 2026 Dibuka, Ini Ketentuan yang Harus Diketahui!
Terkini
-
Aksi Nyata BRI untuk Korban Bencana Alam di Tiga Provinsi Pulau Sumatra, dari Logistik Hingga Posko
-
BRI Perkuat Tata Kelola dan Akselerasi Kinerja Tahun 2026
-
Kinerja Solid, BRI Bagikan Dividen Interim 2025
-
Warga Harapanjaya Dapat Banpang, Ketua IPSM Cibinong: Jangan Terlena Bansos, Harus Bangkit
-
Lebih dari 40 Titik Terdampak Bencana di Sumatra Dapat Sentuhan BRI Peduli