“Dalam hati bersyukur, untungnya anak-anak sudah saya suruh keluar duluan sebelum gempa terjadi. Jadi tidak ada murid-murid saya yang ketimpa bangunan sekolah,” katanya lirih.
Keselamatan murid-muridnya itu yang membuat hatinya lega, dan menguatkan diri untuk melawan keadaan, berjuang keluar dari reruntuhan.
Tak lama ketika berusaha untuk menggali puing-puing reruntuhan guna mencari jalan keluar dari bangunan sekolah, Imas mendengar suara suaminya memanggil namanya.
Panggilan suami disahut oleh Imas, memberitahukan dirinya baik-baik saja dan sedang berupaya mencari jalan keluar.
Imas kemudian bergerak menuju cahaya putih yang dilihatnya tadi. Cahaya itu menuntunnya bergerak ke arah dinding belakang bangunan sekolah. Dari luar bangunan tangan suaminya meraih tangan Imas hingga keduanya kembali berkumpul bersama kedua putrinya.
Trauma dan kedukaan Imas tak berhenti sampai di situ, setibanya di rumah bercat kuning yang ia bangun bersama suami hasil bekerja sebagai buruh migran di Arab Saudi ditemui dalam kondisi separuh bangunan ambruk, menyisakan retakan yang tidak aman untuk ditinggali.
Konsep pasrah yang telah ia sematkan di hati ketika berada di reruntuhan, tersemat di hati hingga ikhlas menerima takdir. Baginya, yang terpenting suami dan anak-anaknya selamat.
“Mau gimana lagi, yang penting selamat dululah, rumah udah hancur ya mau gimana lagi,” ucapnya.
Bekerja ikhlas
Baca Juga: Kembali Bertambah, Jumlah Korban Jiwa Gempa Cianjur Jadi 271
Rumah yang berdiri di atas tanah milik keluarganya itu terbilang besar untuk ukuran warga kampung. Rumah beratap genteng, dengan teras disanggah dua pilar ukuran sedang itu dibangun dari hasil bekerja selama dua tahun tiga bulan sebagai buruh migran di Riyadh, Arab Saudi.
Seperti kebanyakan warga kampungnya bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI), Imas dan suami pernah bekerja di salah satu rumah keluarga Arab. Ia menjadi asisten rumah tangga, sedangkan suaminya bekerja sebagai sopir.
Memang, kata Imas, di wilayahnya banyak warga yang berprofesi sebagai TKI atau buruh migran.
Hasil bekerja sebagai TKI, Imas dan suami berhasil menabung uang lebih dari Rp100 juta. Uang tersebutlah yang digunakan untuk membangun rumah di kampung halaman.
Selama bekerja di Arab Saudi, Imas selalu memimpikan bisa kembali ke kampung dan bekerja di negara sendiri. Sebesar apapun gaji bekerja di luar negeri, tak senyaman tinggal dan bekerja di negara sendiri.
Imas memutuskan kembali ke Indonesia setelah rumahnya terbangun, kemudian dia mengabdikan diri sebagai guru diniyah (sekolah berbasis agama) yang kadang digaji, kadang dibayar seikhlasnya. Baginya, bekerja mengajar murid-murid seikhlasnya sebagai ladang amal ibadah.
Berita Terkait
Terpopuler
- Ole Romeny Menolak Absen di Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
- Tanpa Naturalisasi, Jebolan Ajax Amsterdam Bisa Gantikan Ole Romeny di Timnas Indonesia
- Makna Satir Pengibaran Bendera One Piece di HUT RI ke-80, Ini Arti Sebenarnya Jolly Roger Luffy
- Ditemani Kader PSI, Mulyono Teman Kuliah Jokowi Akhirnya Muncul, Akui Bernama Asli Wakidi?
- Jelajah Rasa Nusantara dengan Promo Spesial BRImo di Signature Partner BRI
Pilihan
-
6 Smartwatch Murah untuk Gaji UMR, Pilihan Terbaik Para Perintis 2025
-
3 Film Jadi Simbol Perlawanan Terhadap Negara: Lebih dari Sekadar Hiburan
-
OJK Beberkan Fintech Penyumbang Terbanyak Pengaduan Debt Collector Galak
-
Tarif Trump 19% Berlaku 7 Agustus, RI & Thailand Kena 'Diskon' Sama, Singapura Paling Murah!
-
Pemerintah Dunia dan Tenryuubito: Antagonis One Piece yang Pungut Pajak Seenaknya
Terkini
-
Jembatan Raksasa Kunci Utama, Dedie A Rachim Genjot Proyek R3 Urai Macet Bogor
-
Dari Sembako ke Gizi Anak, UMKM Aiko Maju Dapat Dukungan BRI Sukseskan Program MBG
-
Nggak Perlu Jauh-Jauh! 6 Tempat Nongkrong Romantis di Cibinong Ini Bikin Hubungan Makin Lengket
-
Liburan Sambil Belajar, Ini 5 Rekomendasi Wisata Edukasi di Bogor untuk Anak 4-10 Tahun
-
Gebrakan Jumling Pemkab Bogor: 6 Pejabat Top Serentak Blusukan ke Masjid Tiap Pekan, Ini Tujuannya