Andi Ahmad S
Kamis, 21 Agustus 2025 | 23:14 WIB
Jatuh tertimpa tangga. Pepatah ini mungkin dirasakan oleh Nur Eko Suhardana di Kejari Bogor [Egi/SuaraBogor]

SuaraBogor.id - Jatuh tertimpa tangga. Pepatah ini mungkin dirasakan oleh Nur Eko Suhardana, seorang warga Bogor korban pencurian.

Setelah melalui proses hukum yang panjang hingga temannya divonis bersalah, ia justru harus menghadapi kebingungan saat hendak mengambil kembali barang-barangnya yang disita sebagai barang bukti di Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bogor.

Motor dan dua smartphone miliknya dikembalikan, namun barang bukti paling vital uang tunai senilai Rp50 juta mendadak tak bisa ia ambil.

Pihak Kejari beralasan butuh waktu 3 sampai 5 hari, memicu kecurigaan dan ultimatum dari Nur Eko.

Kekecewaan Nur Eko memuncak saat ia mendatangi kantor Kejari Bogor pada Kamis (21/8/2025). Berbekal putusan pengadilan yang inkrah, ia berharap bisa membawa pulang seluruh hartanya yang dicuri.

"Berdasarkan putusan pengadilan barang bukti tersebut dikembalikan kepada korban, namun anehnya ketika saya cek barang bukti tersebut tidak lengkap. Ada satu barang bukti yang kurang yaitu uang sebesar Rp50 juta tidak bisa dihadirkan," keluh Nur Eko.

Ia diberi penjelasan bahwa pengembalian uang harus menunggu persetujuan Kepala Kejari. Tak puas dengan jawaban itu, Nur Eko memberikan ultimatum keras.

Jika dalam 1x24 jam uangnya tidak kembali dalam wujud asli, ia tak akan segan membawa masalah ini ke tingkat nasional.

"Saya meminta kepala kejaksaan negeri kabupaten bogor untuk klarifikasi dan memberi kejelasan kemana larinya BB tersebut. Jika tidak, kami akan melaporkan ke komisi 3 DPR RI," tegasnya.

Baca Juga: Mau Transaksi Lancar? Hindari Rekening BRI Dormant dengan Tips Ini

Menanggapi keluhan tersebut, Kasi Pidum Kejari Kabupaten Bogor, Agung Ary Kesuma, memberikan penjelasan yang mengejutkan.

Ia menegaskan bahwa uang tersebut tidak hilang, melainkan diamankan melalui prosedur khusus untuk mencegah penyelewengan oleh oknum internal.

Menurut Agung, berdasarkan peraturan Kementerian Keuangan, barang bukti berupa uang tunai tidak boleh disimpan secara fisik di brankas Kejaksaan.

"Iya, kita aturan internal kita, peraturan menteri keuangan, setiap uang rampasan barang bukti, tidak boleh disimpan di brankas, itu harus disimpan di rekening penampungan," jelas Agung.

Prosedur ini, lanjutnya, sengaja dirancang agar pegawai Kejaksaan tidak bersentuhan langsung dengan uang tunai sitaan. "Jadi kami upayakan semaksimal mungkin anggota kami tidak bersentuhan dengan duit, tidak lihat," tambahnya.

Agung menjelaskan bahwa proses penarikan dari rekening penampungan dan pembuatan berita acara membutuhkan waktu birokrasi, termasuk konfirmasi ke pihak bank.

Load More