Scroll untuk membaca artikel
Andi Ahmad S
Kamis, 30 September 2021 | 14:13 WIB
Film G30SPKI [Youtube]
Balai Kota Depok. [Suara.com/Supriyadi]

RPKAD menginterogasi setengah menuduh. Karenanya, entah disengaja atau tidak, perlakuan mereka terasa kasar dan membuat masyarakat ketakutan.

“Ditanya baik-baik saja masyarakat pasti sudah bingung, apalagi ditanya kasar. Bagaiamana (masyarakat) bisa nggak takut?,” kata Baba mengawali ceritanya.

Belakangan diketahui, pada hari itu, pasukan RPKAD harusnya menyisir wilayah Krukut Hilir, dekat Pondok Labu, Jakarta Selatan. Bukannya Kampung Krukut, Depok yang jadi tempat tinggal Baba waktu itu.

“Waahh. Waktu itu yang namanya parang, pancong sama arit buat babat rumput kita kubur-kuburin semua. Di kebon, di belakang rumah. Pokoknya biar gak diangkut (oleh RPKAD),” kata Baba.

Baca Juga: Cerita Detik-detik Letnan MT Haryono Dibunuh saat G30SPKI, dari Mimpi Ditusuk Tombak

Dalam operasi yang dilakukan RPKAD, banyak anggota aktif, simpatisan dan masyarakat biasa yang dituduh sebagai anggota PKI, ditangkap sebagai tahanan politik.

Mereka yang ditangkap, kemudian dibantai atau diasingkan ke Pulau Buru, Provinsi Maluku sampai dinyatakan bebas pada 1979.

Ketika G30SPKI pecah, Depok belum menjadi kotamadya tingkat II yang ramai dengan segala hiruk- pikuknya, seperti sekarang.

Di masa itu, Depok masih berstatus kecamatan. Sebagian wilayahnya berada di bawah Kawedanan Parung, sebagian lagi di Kawedanan Cibinong, Kabupaten Bogor.

Kawedanan merupakan wilayah administrasi di bawah kabupaten dan di atas kecamatan yang dipimpin oleh seorang Wedana, orang kepercayaan Bupati.

Baca Juga: Tanah dan Bangunan Terpidana Korupsi Proyek Hambalang di Jakarta Dilelang KPK

Kondisi tata ruang Depok waktu itu pun jauh berbeda dengan sekarang. Belum ada Jalan Raya Margonda, Masjid Kubah Emas Dian A Mahri, Mall Margo City, Taman Lembah Gurame ataupun alun-alun.

Load More