Scroll untuk membaca artikel
Andi Ahmad S
Rabu, 12 Oktober 2022 | 15:57 WIB
Tangkapan layar video viral debt collector dikeroyok warga kawasan Halte Halimun, Jalan Sultan Agung, Guntur, Setiabudi, Jakarta Selatan, Sabtu (9/7/2022). [Instagram @lensa_berita_jakarta]

SuaraBogor.id - Baru-baru ini Otoritas Jasa Keuangan atau OJK mengeluarkan aturan baru mengenai marketer dan debt collector. Peraturan tersebut tertuang dalam Pasal 7 POJK Nomor 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.

Peraturan ini dikeluarkan guna mengawasi praktik marketer atau orang ketiga yang disebut debt collector supaya tidak berlaku sewenang-wenang terhadap konsumen.

Dikutip dari akun Instagram resminya @ojkindonesia, ditegaskan bahwa debt collector dilarang menggunakan kekerasan dalam penagihan hutang kepada konsumen.

Selain itu, Pelaku Usaha Jasa Keuangan atau PJUK pun wajib mencegah pihak ketiga yang bekerja untuk atau mewakili kepentingan PJUK dari perilaku yang berakibat merugikan konsumen, termasuk penggunaan kekerasan dalam penagihan hutang konsumen.

Baca Juga: Jamin Indonesia Tak Disanksi FIFA Imbas Tragedi Kanjuruhan, Koalisi Sipil: Statement Jokowi Prematur!

Dalam pasal 7 POJK tersebut disebutkan Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) wajib mencegah direksi, dewan komisaris, pegawai, dan/pihak ketiga yang bekerja untuk atau mewakili kepentingan PUJK dari perilaku memperkaya atau menguntungkan diri sendiri atau pihak lain, dan/atau menyalahgunakan karena jabatan atau kedudukannya yang berakibat merugikan konsumen.

"Contohnya antara lain mencantumkan pembatasan kewenangan atau larangan untuk memberikan atau memperdagangkan data/atau informasi pribadi konsumen tanpa persetujuan dari konsumen kepada pihak lain dalam prosedur tertulis perlindungan konsumen, penggunaan kekerasan dalam penagihan utang konsumen," tulis OJK dalam akun Instagram resmi @ojkindonesia yang dikutip Kamis (12/10/2022).

Ketika menjalankan tugasnya, debt collector dilarang melakukan tindakan-tindakan yang berpotensi menimbulkan masalah hukum dan sosial, antara lain: menggunakan cara ancaman, melakukan tindakan kekerasan yang bersifat mempermalukan, dan memberikan tekanan baik secara fisik
maupun verbal.

Apabila ketiga hal tersebut dilakukan, maka akan kena sanksi hukum pidana. Sementara untuk PUJK yang menjalin kerja sama dengan debt collector tersebut dapat dikenakan sanksi oleh OJK berupa sanksi administratif, antara lain peringatan tertulis, denda, pembatasan kegiatan usaha, hingga pencabutan izin usaha.

Mengacu pada POJK Nomor 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan, perusahaan pembiayaan diperbolehkan untuk bekerja sama dengan debt collector dalam rangka penagihan.

Baca Juga: Berani Sumpah Serapah Tagih Bayaran ke Jokowi, Siapa Ki Sabdo Jagad Royo?

Adapun dalam proses penagihan hutang, debt collector diwajibkan membawa sejumlah dokumen, seperti kartu identitas, sertifikat profesi di bidang penagihan dari Lembaga Sertifikasi Profesi di bidang pembiayaan yang terdaftar di OJK, surat tugas dari perusahaan pembiayaan, bukti dokumen debitur wanprestasi, dan salinan sertifikat jaminan Fidusia.

Semua dokumen yang dibawa debt collector tersebut digunakan untuk memperkuat aspek legalitas hukum dalam proses penagihan pinjaman, sehingga mencegah terjadinya dispute atau perselisihan.

Kontributor : Rifka

Load More