Namun, PT Jaswita justru memperluas pembangunan hingga 12.000 meter persegi tanpa mengindahkan aturan yang ditetapkan.
"Kami terus memberikan peringatan, sampai akhirnya Satpol PP turun tangan dan menyegel lokasi. Harapannya, Gubernur mengetahui dan mengambil tindakan karena ini adalah BUMD Jawa Barat," ujar Teuku Mulya.
Gubernur Jawa Barat saat itu, Pj Gubernur Bey Machmudin, sempat menanggapi masalah ini dan berjanji akan menindak tegas pelanggaran yang dilakukan PT Jaswita.
Namun, meskipun ada peringatan dari pemerintah, PT Jaswita tetap melanjutkan proyeknya hingga akhirnya Hibisc Fantasy diresmikan dengan status perizinan yang cacat.
Baca Juga:Pembongkaran Bangunan Tak Berizin Hibisc Fantasy Puncak Bogor Ditargetkan Selesai Sebelum Idul Fitri
"Pj Gubernur Bey sebenarnya memberikan dukungan, tapi tidak ada langkah konkret untuk menghentikan pembangunan itu," kata Teuku Mulya.
Puncak Konflik dan Pembongkaran
Di bawah kepemimpinan Gubernur Dedi Mulyadi, sikap Pemprov Jawa Barat terhadap Hibisc Fantasy berubah drastis.
Mantan bupati Purwakarta itu langsung mengambil tindakan tegas dengan membongkar bangunan yang dinilai melanggar aturan dan berpotensi merusak lingkungan.
Sebelumnya, PT Jaswita juga sempat membangun wahana bianglala yang dianggap mengganggu lingkungan dan jalur penerbangan olahraga gantole.
Baca Juga:Rumah Rusak, Akses Jalan Tertutup, Imigrasi Bogor Terjun Langsung ke Cisarua
Namun, Pemkab Bogor tidak dapat langsung membongkar wahana tersebut karena keterbatasan peralatan dan risiko terhadap bangunan lain yang memiliki izin.
Pelanggaran yang dilakukan PT Jaswita dan PTPN VIII ini bahkan dikaitkan dengan dugaan penyebab banjir bandang yang terjadi baru-baru ini.
Berbagai peringatan dari Pemkab hingga Pemprov, serta sorotan media, tampaknya tidak diindahkan oleh pihak-pihak terkait.
Misteri di Balik PT Jaswita
Teuku Mulya sendiri mengaku tidak mengetahui siapa pihak yang berada di balik PT Jaswita sehingga perusahaan ini terus berani melanggar aturan. Namun, ia menduga bahwa langkah PT Jaswita yang nekat ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan bagi Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
"Mungkin karena BUMD ini punya kewajiban menghasilkan keuntungan bagi Pemprov Jawa Barat, jadi mereka mengambil langkah seperti ini. Namun, tetap saja, aturan harus dipatuhi," ujarnya.