Scroll untuk membaca artikel
Agung Sandy Lesmana | Stephanus Aranditio
Senin, 25 Januari 2021 | 14:20 WIB
Ilustraso--Pemakaman jenazah pasien Covid-19 di TPU Buniayu Tangerang (Suarabanten.id/Ridsha)

SuaraBogor.id - Terungkap sejumlah fakta baru di balik cerita pasien positif Corona asal Depok yang tewas di dalam taksi online karena ditolak 10 rumah sakit dengan dalih ruangan penuh. Salah satu fakta yang ditemukan, yakni korban sempat disebut sempat diminta uang sebesar Rp 1 juta agar bisa mendapatkan kamar di RS. 

Fakta itu diungkap Inisiator LaporCovid-19, Irma Hidayana. Dia membeberkan kronologi tewasnya pasien pria yang terinfeksi Corona. Irma mengatakan, awalnya pria tersebut merasa pusing dan demam, lalu pergi ke Rumah Sakit Swasta di Depok pada 19 Desember 2020.

"Di sana pasien menjalani beberapa tes seperti rontgen dan cek darah, lalu dinyatakan sebagai suspek Covid-19 dengan penyakit bawaan pneumonia. Namun keadaannya masih terlihat memungkinkan untuk isolasi mandiri," terang Irma dalam jumpa pers, Senin (25/1/2021).

Namun, di rumah sakit tersebut kondisi pelayanan sudah tidak maksimal, bapak tersebut ditempatkan di IGD Covid dengan kondisi tidak layak.

Baca Juga: Satgas Depok Disebut Tutupi Kasus Pasien Covid-19 Meninggal di Taksi Online

"Beliau tidak dapat tempat tidur dan harus duduk di bangku tunggu selama hampir dua hari," ucapnya.

Mirisnya, kata Irma, bapak tersebut sempat diminta memberikan sejumlah uang muka sebesar Rp 1 juta untuk jika ingin mendapatkan kamar, padahal pasien mempunyai BPJS.

"Ketika mau mencari kamar, sempat ditawari juga bisa DP Rp 1 juta enggak, kalau mau nanti bisa dijamin mendapatkan kamar sekarang, tapi keluarga memutuskan pulang saja, isolasi mandiri di rumah," ungkapnya.

Satu minggu kemudian, kondisi bapak tersebut memburuk saat isolasi mandiri di rumah, keluarga lantas meminta bantuan ambulans ke puskesmas dan satgas covid-19 di RT setempat.

"Setelah menunggu dua jam, ambulans tidak tersedia dan terpakai semua. Akhirnya keluarga membawanya dengan naik taksi online dan pergi ke RS B, namun ditolak karena IGD penuh," sambungnya.

Baca Juga: Kemenkes: RS Kini Hanya Terima Pasien Covid-19 Gejala Sedang hingga Kritis

Mereka melanjutkan pencarian sampai 10 rumah sakit hingga saat dibawa ke RS D di Jakarta Selatan, nyawa bapak tersebut sudah tidak tertolong.

Keluarga pasien kemudian melaporkan kematian ayah mereka ke lingkungan dan Puskesmas setempat dan telah dikuburkan dengan protokol Covid-19.

Hasil tes positif almarhum baru dikeluarkan oleh RS Swasta di Kota Depok pada hari meninggalnya pasien atau sekitar seminggu setelah tes.

Seluruh keluarga almarhum juga sudah menjalani pemeriksaan dan semuanya positif Covid-19. Mereka telah selesai menjalani isolasi mandiri.

Irma menegaskan Satgas COVID-19 Depok tidak perlu menyudutkan upaya masyarakat sipil saat menyampaikan laporan warga terkait sulitnya mendapatkan layanan karena penuhnya fasilitas kesehatan.

Satgas Covid-19 Depok juga meminta data orang yang melaporkan korban meninggal di perjalanan, sementara LaporCovid-19 dan pelapor sendiri sudah berkomitmen tidak membuka data untuk menghindari stigma dan teror, sehingga permintaan itu tidak bisa dipenuhi.

"Pemerintah harus memahami bahwa yang sedang kita hadapi ini rumah sakit yang sudah kolaps sehingga kita perlu fokus membenahi ini, bukan fokus mencari siapa orang itu," tegasnya.

Jika Satgas COVID-19 Depok beralasan data untuk kepentingan tracing sebenarnya pihak keluarga juga sudah melaporkan ke otoritas pemerintah yakni puskesmas setempat.

Irma meminta Dinkes dan Satgas Depok segera melakukan pembenahan agar kejadian serupa tidak terulang, bukan menyalahkan LaporCovid-19 yang tidak mau membuka data pelapor.

Load More