SuaraBogor.id - Profesor Henri Subiakto buka alasan sindir pendidikan Susi Pudjiastuti. Henri Subiakto juga menyindir Susi Pudjiastuti melakukan manuver politik.
Henri Subiakto yang juga merupaka Guru Besar Fisip Universitas Airlangga (Unair) menyindir Susi Pudjiastuti, sebab diangkat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan pada jaman Presiden Joko Widodo di periode pertama, namun tak mengantongi ijazah SMA.
Ia mengungkapkan, alasan menyindir mantan pembantu Jokowi tersebut pada karena dirinya saat ini memegang mata kuliah Komunikasi Politik di Unair.
Alasan itupun ditulis Henri Subiakto, pada akun Twitter dan Facebooknya yang diunggah pada Jumat (5/2/2021) pukul 17.30 WIB.
"Mengapa saya tidak boleh berpendapat? Saya ini dosen pemegang mata kuliah Komunikasi Politik, sejak dulu sebelum reformasi hingga sekarang ikut menyuarakan pentingnya kebebasan berpendapat. Baik pada saat ngajar, saat nulis maupun saat aktif di LSM," katanya dikutip Suarabogor.id pada tulisan di akun Facebook pribadinya, Sabtu (6/2/2021).
Ia mengutarakan, bahwa jaman dahulu dirinya sering berada di program siaran radio, membahas persoalan komunikasi di Suara Surabaya FM dan Meekury FM, hingga jaringan Smart FM di Jakarta.
"Bagi saya kebebasan berpendapat itu sesuatu syarat demokrasi untuk menciptakan keadaan yang bisa saling kontrol, antar elemen bangsa, sehingga pemerintah dan masyarakat bisa jadi makin cerdas, makin dewasa, bijak dan hati-hati dalam bertindak," ungkapnya.
Namun kata dia, kebebasan berpendapat saat ini ada batasannya dan tidak boleh sampai melanggar hukum. Tidak boleh menghina ataupun mencemarkan nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal.
Tidak boleh mensyiarkan kebencian, atau mengajak orang lain untuk membenci, atau memusuhi seseorang atau kelompok orang berdasarkan SARA. Itu larangan hukum positif.
Baca Juga: Savage Level Bu Susi! Jawabannya saat Diserang Dewi Tanjung Tuai Pujian
Berikut pernyataan lengkap Prof Henri:
Saya ini dosen pemegang mata kuliah Komunikasi Politik, sejak dulu sebelum reformasi hingga sekarang ikut menyuarakan pentingya kebebasan berpendapat. Baik pada saat ngajar, saat nulis maupun saat aktif di LSM.
Dulu kami program siaran radio rutin membahas persoalan komunikasi di Suara Surabaya FM dan Merkury FM hingga jaringan Smart FM di Jakarta. Bagi saya kebebasan berpendapat itu sesuatu syarat demokrasi untuk menciptakan keadaan yang bisa saling kontrol, antar elemen bangsa. Sehingga pemerintah dan masyarakat bisa jadi makin cerdas, makin dewasa, bijak dan hati hati dalam bertindak.
Tapi tentu saja kebebasan berpendapat ada batasnya, dan tidak boleh sampai melanggar hukum. Tidak boleh menghina atau mencemarkan nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal. Tidak boleh mensyiarkan kebencian, atau mengajak orang lain untuk membenci, atau memusuhi seseorang atau kelompok orang berdasarkan SARA. Itu larangan hukum positif.
Namun sekarang ini, pada saat masyarakat makin memperoleh kebebasan karena adanya teknologi komunikasi serta sistem politik yang lebih demokratis dan terbuka, ternyata masyarakat justru menjadi begitu sensitif, mudah bereaksi keras terhadap pendapat yang berbeda. Khususnya kalau pendapat itu tidak menyenangkan atau berseberangan dengan yang diinginkan mereka.
Terlebih pendapat itu berasal dari orang yang punya predikat dan identitasnya yg jelas. Tak pelak munculah reaksi reaksi yang kadang berlebihan. Tiap muncul pendapat, muncul pula kegaduhan dari dua belah pihak yang terbentuk karena politik nasional yang sempat memanas sejak 2014 dan Pilpres 2019.
Keterbelahan masyarakat yang diramaikan dengan fenomena pro kontra dan akun-akun yang banyak diternak untuk kepentingan perang komunikasi. Jadinya semua isu politik di medsos menjadi sensitif. Kalau ada pendapat yang tidak menyenangkan langsung diserang, dibully, dibilang buzzer bayaran, bahkan kadang dilaporkan ke polisi, padahal sering isinya tidak ada unsur pelanggaran hukum.
Berita Terkait
-
Susi Pudjiastuti Sedih Perpustakaan Jalanan 'Digaruk' Satpol PP, Gibran Ikut Disindir Budaya Membaca
-
Susi Air di Kertajati, Dedi Mulyadi Beberkan Alasan 5 Rute Favorit
-
Dedi Mulyadi dan Susi Pudjiastuti Bertemu, Netizen Berandai Mereka Bersatu Pimpin Jabar
-
Susi Pudjiastuti Doakan Perusak Raja Ampat Terkena Azab, Doanya Bikin Merinding!
-
Susi Pudjiastuti Kritik Prabowo Naikan Gaji Hakim, Dialog 7 Tahun Lalu dengan Najwa Shihab Diungkit
Terpopuler
- Lagi Jadi Omongan, Berapa Penghasilan Edi Sound Si Penemu Sound Horeg?
- 5 Pemain Timnas Indonesia yang Bakal Tampil di Kasta Tertinggi Eropa Musim 2025/2026
- Kisah Pilu Dokter THT Lulusan UI dan Singapura Tinggal di Kolong Jembatan Demak
- Brandon Scheunemann Jadi Pemain Paling Unik di Timnas Indonesia U-23, Masa Depan Timnas Senior
- Orang Aceh Ada di Logo Kota Salem, Gubernur Aceh Kirim Surat ke Amerika Serikat
Pilihan
-
Siapa Ratu Tisha? Didorong Jadi Ketum PSSI Pasca Kegagalan Timnas U-23
-
6 Rekomendasi HP dengan Kamera Canggih untuk Konten Kreator 2025
-
4 Rekomendasi HP Murah Vivo Memori Besar, Harga Terjangkau Sudah Spek Dewa
-
GIIAS 2025 Ramai Pengunjung, Tapi Bosnya Khawatir Ada "Rojali" dan "Rohana"
-
4 Rekomendasi HP 5G Murah Xiaomi dengan Chipset Gahar dan Memori Besar
Terkini
-
Misteri Gudang Miras di Ciampea: Satpol PP Kecele, Temukan Benteng Pemasok Terkunci Rapat
-
Satpol PP Bogor Sapu Jaringan Miras Ilegal di Ciampea, Satu Gudang Besar Terkunci Rapat
-
Gerilya Dedie Rachim ke Pusat, 5 Jurus Ini Diharap Jadi Kunci Urai Neraka Macet Bogor
-
Hadapi 'Neraka' Jalanan, Ini Doa Wajib Saat Naik Mobil dan Motor Agar Selamat Sampai Tujuan
-
Momen Haru Prabowo Baca Surat Siswi Sekolah Rakyat: Dulu Gelap, Sekarang Kami Punya Masa Depan