Scroll untuk membaca artikel
Pebriansyah Ariefana
Kamis, 01 April 2021 | 17:19 WIB
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, (Suara.com/Welly)

SuaraBogor.id - Pertama di Indonesia, KPK SP3 kasus korupsi BLBI Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Samsul Nursalim. Sejak KPK berdiri, tidak pernah melakukan penghentian pengusutan kasus korupsi.

Hal itu diumumkan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Jakarta, Kamis (1/4/2021). Surat perintah penghentian penyidikan atau SP3 kasus BLBI pun diumumkan.

"Penghentian penyidikan terkait kasus TPK yang dilakukan oleh Tersangka SN selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia," ujar Alexander di Gedung KPK.

Alasan penghentian kasus korupsi BLBI karena tidak ada kepastian hukum.

Baca Juga: Ada Harun Masiku hingga Sjamsul Nursalim, Ini Daftar 7 Buronan KPK

"Penghentian penyidikan ini sesuai dengan ketentuan Pasal 40 UU KPK sebagai bagian dari penegak hukum, maka dalam setiap penanganan perkara akan selalu mematuhi aturan hukum yang berlaku," kata Alexander Marwata.

BLBI adalah skema bantuan (pinjaman) yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas saat krisis moneter 1998. Skema untuk mengatasi masalah krisis ini atas dasar perjanjian Indonesia dengan IMF.

Bank Indonesia sudah mengucurkan dana hingga lebih dari Rp144,5 triliun untuk 48 bank yang bermasalah agar dapat mengatasi krisis tersebut. Namun, penggunaan pinjaman ternyata tidak sesuai dengan ketentuan sehingga negara dinyatakan merugi hingga sebesar Rp138,4 triliun karena dana yang dipinjamkan tidak dikembalikan.

Terkait dengan dugaan penyimpangan dana tersebut, sejumlah debitur diproses secara hukum oleh Kejaksaan Agung. Akan tetapi, Kejaksaan mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kepada para debitur dengan dasar SKL yang diterbitkan oleh BPPN berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitur yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitur yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan pemeriksaan penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS).

Inpres itu dikeluarkan pada saat kepemimpinan Presiden RI Megawati yang juga mendapat masukan dari Menteri Keuangan Boediono, Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, dan Menteri BUMN Laksamana Sukardi. Berdasar Inpres tersebut, debitur BLBI dianggap sudah menyelesaikan utang meski baru melunasi 30 persen dari jumlah kewajiban pemegang saham dalam bentuk tunai dan 70 persen dibayar dengan sertifikat bukti hak kepada BPPN.

Baca Juga: Haris Azhar Sebut Jaksa Zaman HM Prasetyo Korupsi Aset Milik Darmawan Lee

Load More