Scroll untuk membaca artikel
Andi Ahmad S
Jum'at, 11 Juni 2021 | 10:29 WIB
Pedagang di Pasar Agung, Depok menolak pemberlakuan pajak sembako [Suarabogor.id/Immawan]

SuaraBogor.id - Sejumlah pedagang pasar tradisional di Kota Depok menolak rencana pemerintah memberikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pada pajak sembako (bahan pokok).

Para pedagang pasar di Depok sepakat, Rancangan Undang-Undang draf revisi kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983, tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang memuat rencana tersebut, tidak boleh disahkan oleh pemerintah.

Salah satu penolakan terhadap RUU KUP datang dari Riski, penjual beras di Pasar Musi, Sukmajaya, Depok.

Menurut Riski, belum ada kenaikan harga beras sejak munculnya wacana pembelakuan pajak sembako ini.

Baca Juga: Sembako hingga Pendidikan Mau Dikenai Pajak, PKS: Mestinya Disubsidi Bukan Dipajaki

Namun Dia berharap, RUU KUP tidak sampai disahkan.

"Kondisi sekarang saja sudah susah, kalau sampai sembako dipajakin pasti makin susah," ungkapnya kepada SuaraBogor.id, Jumat (11/6/2021).

Dia percaya, pemberlakuan pajak sembako akan merugikan semua pihak. Baik penjual, maupun pembeli.

Dari sisi penjual, Riski menduga akan terjadi penurunan pendapatan. Sementara dari sisi pembeli, akan ada peralihan dari beras yang berkualitas baik ke yang kurang baik.

"Sudahlah ekonomi lagi sulit, bisa-bisa orang pada sakit juga karena mampunya beli beras yang murah," kata Riski.

Baca Juga: Sri Mulyani Sayangkan Dokumen PPN Sembako Bocor ke Publik

Keterangan senada disampaikan Zulfadly, penjual sembako di Pasar Agung, Sukmajaya, Depok.

Fadly memahami bahwa pajak memang dibutuhkan dalam kehidupan bernegara. Tapi dia berharap, pemerintah lebih peka pada kondisi masyarakatnya yang sedang sedang susah.

"Wajar lah kalau masyarakat disuruh bayar pajak. Tapi jangan apa-apa dikenai pajak dong. Ini aja kita sudah kewalahan," ujarnya.

Dia mengklaim dirinya tidak hanya bicara dari sudut pandang penjual, tapi juga pembeli.

Fadly khawatir masyarakat, termasuk dirinya, akan makin sulit bertahan hidup karena harga yang mahal.

"Sembako yang mau dikenakan pajak ini kan komoditi pokol yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari," tuturnya.

Dia menduga, kebijakan ini mungkin tepat ditujukan bagi pegawai negeri yang memiliki penghasilan stabil di masa pandemi. Namun tidak bagi masyarakat kelas menengah ke bawah.

"PNS kan digaji negara terus. Ada gaji ketigabelas dan tidak ada yang melarang mereka mencari dengan alasan PSBB. Seperti yang dialami masyarakat kecil," tegasnya.

Kontributor : Immawan Zulkarnain

Load More