Scroll untuk membaca artikel
Andi Ahmad S
Kamis, 24 November 2022 | 17:33 WIB
Pembangunan RSUD Parung, Kabupaten Bogor. [Antara]

SuaraBogor.id - Plt Bupati Bogor, Iwan Setiawan mempertanyakan soal temuan Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor sebesar puluhan miliar dari proyek pembangunan Gedung A RSUD Parung.

"Engga ah. Pegangan kami (temuan) BPK. Kalau temuan BPK Rp13 miliar, Kalau kejari belum tau tuh itungannya dari mana. Cuman dari kami, hanya (menyelesaikan temuan) BPK," singkat Iwan, Kamis (24/11/2022).

Iwan menanyakan dari mana asal temuan Gedung A RSUD Parung senilai Rp36 miliar yang sedang dalam penyidikan Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor itu.

Bahkan, ketidaktahuan Pemerintah Kabupaten Bogor atas temuan Kejari itu pun disampaikan juga oleh Sekertaris Dinas Kesehatan, Agus Fauzi. Sebagai pengguna anggaran pembangunan RSUD Parung, Dinas Kesehatan tidak mengetahui adanya temuan kejari yang ramai dibicarakan di media massa.

Baca Juga: Tersangka Penistaan Agama Ditahan di Rutan Tanjung Gusta

"Saya ga tau, penyidikan seperti apa. Saya belum dapat info, mungkin PPK. Kalau masalah itu (temuan Kejari) saya ga paham," kata Agus Fauzi, Jumat (4/11/2022).

Agus mengaku, pihaknya akan tetap melakukan launcing terhadap RSUD Parung itu di Desember tahun 2022 ini meski tengah dilakukan penyelidikan Kejari.

"Yang jelas, kita sesuai target pelayanan. Mengingat dorongan kebutuhan masyarakat terhadap rumah sakit disana sangat tinggi," paparnya.

Bahkan, ia meyakini bahwa Gedung A RSUD Parung itu layak untuk digunakan, meski dalam temuan Kejari puluhan miliar itu terdapat sejumlah bangunan yang tidak sesuai spesifikasi yang ada dalam perencanaan.

"Secara struktur bagus, tapi gatau kalau kajian teknis seperti apa, insyaallah ada konsultan, pengawas juga yang terlibat disitu, insyaallah kuat," paparnya.

Baca Juga: 78 Bangunan di 19 Desa Kabupaten Bogor Rusak Akibat Gempa Cianjur

Sebelumnya, Kejari Kabupaten Bogor menemukan kerugian negara sebesar Rp36 miliar dari proyek Gedung A RSUD Parung.

Kepala Kejari Kabupaten Bogor, Agustian Sunaryo menyebutkan, pelanggaran-pelanggaran yang dicatat pihaknya antara lain adalah mark-up harga yang dilakukan penyedia jasa dalam pembelian material bangunan serta pengurangan volume bangunan.

"Jadi saat kami lakukan penyelidikan itu terjadi pengurangan spek atau volume yang dilakukan oleh PT.JSE selaku penyedia jasa. Termasuk adanya mark up harga material yang tidak sesuai," ungkap Agustian dalan keterangan persnya di Kantor Kejari Kabupaten Bogor, Senin (29/8/2022) lalu.

Menurutnya, pengungkapan kasus tersebut terungkap setelah pekerjaan yang dilakukan oleh PT.JSE melewati dari target yang telah ditentukan.

Seharusnya, kata dia pekerjaan yang menghabiskan anggaran sebesar Rp93 miliar lebih dari Bantuan Provinsi (Banprov) Jawa Barat ini, selesai pada 26 Desember 2021 dengan hitungan waktu kerja 150 hari terhitung 29 Juli 2021.

"Namun kenyataannya kami dapatkan laporan jika pekerjaan itu baru selesai pada 15 Juni 2022 atau meleset sekitar 6 bulan lebih dari target yang telah ditentukan dalam kontrak," jelas Agustian.

Dalam pekerjaan tersebut, PT.JSE mendapatkan waktu tambahan atau adendum hingga empat kali.

Pada adendum pertama, PT.JSE melakukan penambahan item pekerjaan yakni pengerasan akses jalan. Lalu kembali diberikan adendum kedua selama 50 hari.

"Pada saat itu progres pekerjaan baru mencapai 75 persen sampai Februari 2022," kata Agustian.

Karena belum selesai, PT.JSE lagi-lagi diberikan waktu tambahan atau adendum ketiga sampai dengan April 2022 atau sekitar 45 hari kalender. Namun pada adendum ini, mereka hanya bisa menyelesaikan sekitar tujuh persen pekerjaannya.

"Pekerjaan saat itu hanya naik 7 persen atau total hanya sekitar 80 persenan sampah akhir adendum tersebut," tuturnya.

Tak sampai di situ, PT.JSE juga kembali diberikan waktu tambahan keempat kalinya untuk menyelesaikan proyek pekerjaan tersebut.

"Adendum keempat itu dilakukan April sampai Mei dan baru selesai 15 Juni 2022," terang Agustian.

Dalam proses adendum tersebut, Kejari Kabupaten Bogor mencatat beberapa kerugian negara yang diakibatkan buruknya material dan lambatnya pekerjaan oleh PT.JSE.

"Perkiraan kerugian negara dari Rp93 miliar lebih, pertama akibat mark up harga itu sekitar Rp13,8 miliar. Lalu kekurangan volume sekitar Rp22 miliar. Total kerugian negara sekitar Rp36 miliar belum termasuk denda yang harus dibayarkan oleh pelaksana," tegas Agustian.

Sementara, dalam kasus tersebut Kejari Kabupaten Bogor pun mengaku sudah melakukan sejumlah pemeriksaan kepada setiap orang yang berkaitan. Mulai dari dinas, pengawas lapangan, serta penyedia jasanya.

"Total ada sekitar 15 orang yang kami periksa. Seperti dari dinas, pihak ketiga di lapangan, termasuk konsultan pengawasnya. Ini masih terus kami kembangkan," jelas Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Kabupaten Bogor, Dodi Wiraatmaja.

Kontributor : Egi Abdul Mugni

Load More