SuaraBogor.id - Konflik geopolitik yang terjadi antara Iran dan Israel kembali mengguncang stabilitas global.
Namun, di tengah situasi yang memanas, peluang investasi justru tetap terbuka.
PT Bank DBS Indonesia menilai, dengan pemilihan instrumen yang tepat sesuai profil risiko, investor tetap bisa meraih imbal hasil yang menjanjikan.
Dalam diskusi media yang digelar di Jakarta, Head of Investment Product & Advisory Bank DBS Indonesia, Djoko Soelistyo, menyatakan.
Bahwa konflik global seperti perang sudah menjadi bagian dari siklus sejarah. Namun, hal tersebut bukan alasan untuk menjauh dari dunia investasi.
“Situasi seperti ini tidak bisa dihindari, tetapi bukan berarti kita harus menunda investasi. Justru ini saatnya memilih instrumen yang lebih aman dan sesuai dengan tujuan keuangan,” ujar Djoko, Kamis (19/6/2025).
Obligasi Masih Jadi Primadona
Salah satu instrumen yang dinilai paling stabil dan aman di tengah ketidakpastian global adalah obligasi, termasuk obligasi syariah.
Menurut Djoko, obligasi masih menjadi produk investasi favorit karena mampu memberikan imbal hasil tetap yang menarik, sekitar 6,7% hingga 6,8% untuk tenor 10 tahun.
Baca Juga: DPRD Kawal Janji Bupati Bogor Sikat Oknum Penghambat Investasi
Tidak hanya itu, penurunan pajak penghasilan atas bunga obligasi menjadi 10 persen. Turut memperkuat daya tarik instrumen ini.
Dengan risiko yang relatif lebih rendah dan hasil yang stabil, obligasi semakin diminati oleh investor lintas generasi, dari muda hingga usia lanjut.
“Tren menunjukkan bahwa semua kalangan sudah mulai masuk ke obligasi. Ini menunjukkan kepercayaan terhadap stabilitas instrumen ini di tengah kondisi global yang tidak pasti,” tambah Djoko.
Reksadana Fixed Income dengan Dividen Rutin
Selain obligasi, reksadana juga menjadi pilihan strategis untuk investor yang mencari keamanan dan diversifikasi.
Djoko menyebut, Bank DBS mencatat pertumbuhan signifikan pada produk reksadana, terutama yang bersifat terstruktur dan berbasis fixed income.
Produk ini memiliki fitur regular dividend atau pembagian hasil secara rutin, yang menjadi daya tarik utama bagi nasabah.
Selain itu, reksadana dikelola oleh manajer investasi profesional dan diawasi langsung oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sehingga memberikan rasa aman bagi investor pemula maupun berpengalaman.
“Kami melihat lonjakan permintaan dua kali lipat untuk produk reksadana berbasis pendapatan tetap. Investor mulai mencari produk yang bisa memberikan cash flow secara berkala,” jelasnya.
Deposito dan Emas Tetap Relevan
Untuk investor dengan profil risiko sangat konservatif, deposito tetap menjadi opsi paling stabil. Di tengah gejolak pasar, deposito mampu memberikan bunga tetap tanpa risiko fluktuasi nilai pokok.
Sementara itu, emas sebagai instrumen investasi tradisional tetap menjadi pilihan utama masyarakat Indonesia.
Nilai emas cenderung naik di tengah ketidakpastian ekonomi, menjadikannya alat lindung nilai (hedging) yang efektif.
“Dalam tekanan ekonomi dan geopolitik, masyarakat Indonesia masih menjadikan emas sebagai pegangan utama. Ini mencerminkan kepercayaan terhadap stabilitas nilainya dalam jangka panjang,” tambah Djoko.
Saham Teknologi dan AI Masih Menjanjikan
Meski kondisi geopolitik sedang tidak stabil, Djoko mengingatkan bahwa saham berisiko tinggi tetap berpotensi menghasilkan keuntungan besar—asal dikelola dengan strategi yang tepat.
Menurutnya, sektor teknologi, khususnya yang terkait dengan kecerdasan buatan (AI), menunjukkan ketahanan yang luar biasa.
Bahkan di tengah konflik dan ketegangan ekonomi global, beberapa saham teknologi masih mengalami pertumbuhan yang signifikan.
“Investor harus jeli melihat peluang. Saham teknologi dan AI saat ini justru menunjukkan ketahanan dan sempat mencatat rebound. Ini bisa menjadi peluang bagi investor agresif,” ujar Djoko.
Peluang Investasi di Asia
Djoko juga mencatat adanya pergeseran arus investasi global ke kawasan Asia akibat perang dagang dan ketegangan geopolitik.
Perubahan ini membuka peluang bagi saham-saham di pasar regional Asia yang selama ini cenderung undervalued.
“Banyak investor global mulai melirik Asia sebagai kawasan dengan potensi pertumbuhan jangka panjang. Kami pun memperbanyak portofolio produk berbasis obligasi lokal maupun offshore berbasis syariah,” pungkasnya.
Di tengah ketegangan global seperti konflik Iran-Israel, keputusan investasi harus disesuaikan dengan profil risiko dan kondisi pasar terkini.
PT Bank DBS Indonesia merekomendasikan diversifikasi pada instrumen yang aman seperti obligasi, reksadana fixed income, deposito, dan emas.
Namun bagi investor yang siap mengambil risiko lebih tinggi, saham di sektor teknologi dan AI masih menyimpan potensi besar.
Dengan strategi yang tepat dan panduan dari lembaga keuangan terpercaya, peluang tetap terbuka lebar bahkan di tengah krisis.
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Kolaborasi Bapak-Anak Berujung Rompi Oranye: Bupati Bekasi Diduga Kantongi Ijon Proyek Rp9,5 Miliar
-
3.300 Personel 'Kepung' Bogor Amankan Nataru 2025, Puncak hingga Pakansari Dijaga Ketat
-
5 Spot Hidden Gem Wisata Alam dan Kuliner di Cigombong Bogor buat Libur Akhir Tahun 2025
-
BP BUMN Bersama Danantara Mobilisasi 1.000 Relawan Kemanusiaan Merangkul Warga di Wilayah Bencana
-
Bencana Sumatera, BRI akan Terus Berkontribusi Bantu Masyarakat Bangkit Kembali