Andi Ahmad S
Jum'at, 26 September 2025 | 15:41 WIB
Logo PBB . [ANTARA]
Baca 10 detik
  • PBB menolak ambang batas parlemen tinggi sebagai perjuangan nyata demi representasi kaum marginal dan minoritas.

  • Ketua Umum PBB, Gugum Ridho Putra, menilai threshold tinggi merugikan seluruh masyarakat dan menciptakan ketidakadilan elektoral.

  • Partai kecil, seperti PBB, diklaim lebih dipercaya kaum marginal untuk menyalurkan aspirasi dan melawan segala bentuk ketidakadilan.

SuaraBogor.id - Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang (PBB), Gugum Ridho Putra, dengan tegas menyatakan penolakannya terhadap ambang batas parlemen (parliamentary threshold) yang tinggi.

Bukan tanpa alasan, langkah ini diambil sebagai bentuk perjuangan nyata PBB untuk kaum marginal, sebuah spektrum luas yang mencakup kelompok minoritas, masyarakat kecil, hingga kaum pekerja.

Isu ini menjadi semakin relevan mengingat Mahkamah Konstitusi telah memerintahkan pengaturan ulang ambang batas parlemen untuk Pemilu DPR 2029.

Menurut Gugum, kebijakan threshold yang tinggi bukan hanya merugikan partai politik.

"Kebijakan threshold yang tinggi bukan hanya merugikan partai, tetapi sejatinya merugikan seluruh masyarakat Indonesia," katanya dilansir dari Antara.

Ia menyoroti berbagai bentuk ketidakadilan yang masih dirasakan oleh masyarakat, mulai dari ketidakadilan bagi perempuan dan anak-anak, hubungan kerja yang tidak berimbang, hingga problem yang dihadapi pengemudi ojek daring.

"Termasuk ketidakadilan elektoral dalam sistem pemilu kita," ucapnya.

Pernyataan ini secara jelas menggambarkan bagaimana aturan ambang batas bisa menjadi penghalang bagi representasi suara rakyat yang lebih luas.

Gugum Ridho Putra bahkan mengeklaim bahwa suara kelompok marginal justru lebih nyaman diwakili oleh partai-partai kecil.

Baca Juga: Kisah Awal Ribuan Mimpi: Pekan Ta'aruf UIKA 2025, Langkah Pertama Menuju Global Impact

"Masyarakat kecil dan kelompok minoritas yang tidak punya relasi kuasa lebih nyaman mengadu kepada partai-partai minoritas yang konsisten memperjuangkan hak mereka," ujarnya.

Klaim ini menggarisbawahi pentingnya peran partai-partai nonparlemen dalam menyalurkan aspirasi yang mungkin tidak terjangkau oleh partai besar, sekaligus menantang narasi bahwa hanya partai besar yang efektif dalam menyuarakan kepentingan rakyat.

Pada Rabu (24/9) lalu, Gugum mengumpulkan seluruh anggota legislatif PBB dari berbagai daerah. Pertemuan ini bertujuan untuk merespons aspirasi masyarakat sekaligus menyatukan langkah perjuangan politik PBB ke depan.

Momen konsolidasi ini bertepatan dengan pelantikan Dewan Pengurus Pusat (DPP) PBB periode 2025–2030 di Bogor, Jawa Barat.

Dalam pidato politiknya, Gugum kembali menegaskan komitmen partai untuk menjadi corong bagi kepentingan rakyat kecil.

"Partai Bulan Bintang akan terus bersuara lantang menghadapi ketidakadilan dalam segala bentuknya, baik yang dialami perempuan, anak-anak, pekerja honorer, maupun pengemudi ojek online." jelas dia.

Menurutnya, kehadiran seluruh anggota legislatif adalah wujud nyata konsolidasi partai dalam memperkuat komitmen kebangsaan.
Gugum juga mengajak seluruh kader untuk membangun kekuatan mandiri dengan dilandasi niat tulus dan komitmen berkorban untuk negeri.

"Masyarakat kecil lebih nyaman mengadu kepada partai-partai minoritas yang konsisten memperjuangkan hak mereka. Karena itu, legislator PBB harus hadir sebagai penyambung lidah rakyat," kata dia, menegaskan peran krusial para wakil rakyat di daerah.

PBB sendiri merupakan salah satu partai politik non-parlemen yang tergabung dalam Sekretariat Bersama Gerakan Kedaulatan Suara Rakyat.

Aliansi ini, yang juga diisi oleh Partai Hanura, Partai Buruh, Perindo, PKN, Prima, PPP, Partai Berkarya, dan Partai Ummat, dibentuk dengan salah satu tujuan utamanya adalah mengawal proses hukum pengaturan ulang parliamentary threshold untuk mendapatkan kursi di DPR RI.

Gerakan ini mendapatkan angin segar setelah Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023 memerintahkan pembentuk undang-undang untuk mengatur ulang ambang batas parlemen.

Sebelumnya, ambang batas ditetapkan empat persen dari jumlah suara sah nasional. MK menyatakan Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya, sepanjang telah dilakukan perubahan. Artinya, legislatif wajib merevisi aturan ini demi keadilan elektoral yang lebih baik.

Load More