Pengacara Habib Rizieq ke Pakar Hukum UI: Indriyanto Bukan Ahli Pertanahan

Tanggapi pernyataan pakar hukum pidana Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji, soal dugaan penyerobotan tanah di Bogor

Andi Ahmad S
Senin, 22 Februari 2021 | 16:55 WIB
Pengacara Habib Rizieq ke Pakar Hukum UI: Indriyanto Bukan Ahli Pertanahan
Pesantren FPI, Agrokultural Markaz Syariat (Suara.com/Andi)

SuaraBogor.id - Tanggapi pernyataan pakar hukum pidana Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji, soal dugaan penyerobotan tanah di Bogor, Kuasa Hukum Habib Rizieq Shihab Ichwan Tuankotta menganggap bahwa Indriyanto bukan ahli di bidang hukum pertanahan.

Bahkan, Ichwan Tuankotta meminta kepada pakar hukum UI tersebut agar kembali mempelajari soal ilmu hukum pertanahan.

"Indriyanto bukan ahli dalam hukum pertanahan, pendapatnya lebih kepada dia sebagai pendukung rezim zalim saja," kata Ichwan saat dikonfirmasi Suara.com, dikutip Suarabogor.id Senin (22/2/2021) sore.

"Suruh belajar lagi saja hukum pertanahan, terutama pasal-pasal terkait hapusnya hal atas tanah," tuturnya.

Baca Juga:Telak, Pengacara Habib Rizieq Balas Tudingan Soal Caplok Tanah Negara

Dia mengganggap Indriyanto mengeluarkan pernyataan tanpa adanya dasar yang jelas. Pihak Rizieq menilai pernyataan dikeluarkan tanpa mengetahui duduk perkara.

"Lagian dia tidak menguasai fakta persoalan. Tidak berdasar," tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, Pakar hukum pidana Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji megatakan, Habib Rizieq Shihab harus bertanggungjawab kaitan dugaan penyerobotan tanah PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII di Megamendung, Kabupaten Bogor.

Indonesia Indriyanto Seno Adji menegaskan, dalam hal ini Habib Rizieq merupakan orang yang harus bertanggungjawab dalam hal ini. Sebab, Rizieq telah melakukan penguasaan fisik.

"Yang bertanggungjawab adalah pihak yang melakukan penguasaan fisik atas tanah tersebut," kata Indriyanto.

PTPN sudah melaporkan masalah ini ke polisi. Rizieq diduga menggunakan lahan PTPN VIII tanpa izin untuk mendirikan Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah.

Rizieq disangkakan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang tindak pidana kejahatan perkebunan.

Kemudian, Pasal 69 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang kejahatan penataan ruang, Pasal 167 KUHP tentang memasuki pekarangan tanpa izin, Pasal 385 KUHP tentang Penyerobotan Tanah dan Pasal 480 KUHP tentang Penadahan.

Indriyanto mengatakan penegak hukum yang terapkan bisa dengan melakukan penyitaan lahan milik PTPN VIII yang diduga dikuasai Rizieq.

"Dalam rangka menindaklanjuti laporan pidana PTPN, pihak penegak hukum dapat melakukan tindakan upaya paksa atau coercive force dengan melakukan penyitaan terhadap tanah tersebut," ucap Indriyanto.

Menurut Indriyanto, sengketa lahan antara PTPN VIII dengan Rizieq Shihab sebaiknya diselesaikan secara hukum. Prinsip negara hukum bahwa setiap orang sama di depan hukum harus ditegakkan tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun.

Selain pidana, Indriyanto menilai pihak PTPN bisa melayangkan gugatan perdata terhadap penguasaan melawan hukum secara fisik oleh pihak ketiga.

"Gugatan perdata tidak mengganggu proses hukum pidana yang sedang berjalan. Walau sebaiknya dilakukan secara case by case basis saja," ungkapnya.

Baca Juga:Pakar Hukum: Lahan Pesantren Habib Rizieq Shihab Bisa Disita Pengadilan

Sebelumnya, pakar pertanahan dari Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin menilai FPI tidak berhak mendapat ganti rugi jika PTPN VIII mengambil lahannya. Menurut dia, FPI melanggar banyak undang-undang (UU) dalam masalah ini.

“Terutama UU Perkebunan mereka langgar dan ada denda yang kurang lebih Rp4 miliar kalau melakukan penyerobotan tanah perkebunan yang telah memiliki HGU,” ujar Iwan.

Dia menilai akad jual beli tanah yang dilakukan tidak dapat dibenarkan menurut hukum Indonesia. Karena, pemegang hak atas tanah adalah PTPN VIII, dengan demikian akad terkait lahan harus dilakukan oleh PTPN VIII.

Iwan menambahkan HGU yang dimiliki PTPN VIII diperuntukkan bagi usaha perkebunan, pertanian, peternakan, tambak perikanan. Sementara untuk bangunan, maka sertifikat dalam bentuk hak guna bangunan (HGB).

“Harusnya untuk perkebunan bukan untuk pendidikan dan bangunan,” ujarnya.

Menurutnya sudah tepat PTPN VIII meminta pengosongan lahan yang telah diduduki oleh FPI, kecuali bagi petani-petani kecil yang menggarap lahan perkebunan sekedar untuk menyambung hidup.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini