SuaraBogor.id - Gubernur Jawa barat Ridwan Kamil putuskan warga masuk Jawa Barat harus bawa SIKM atau surat izin perjalanan tertulis atau Surat Izin Keluar/Masuk (SIKM). Teruama saat larangan mudik pada 6-17 Mei 2021.
Aturan itu untuk mengendalikan pergerakan warga antardaerah, baik lintas provinsi maupun kabupaten/kota.
Ketua Harian Satgas Penanganan Covid-19 Jabar Daud Achmad menjelaskan masyarakat yang hendak melakukan aktivitas perjalanan untuk keperluan mendesak dan kepentingan nonmudik, seperti perjalanan dinas/bekerja, wajib memiliki surat izin perjalanan tertulis atau Surat Izin Keluar/Masuk (SIKM) sesuai Surat Edaran Satgas Penanganan COVID-19 Nomor 13 Tahun 2021.
Ridwan Kamil sudah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor: 70/KS.01.01/SATPOL PP tentang Pengendalian Aktivitas Masyarakat dalam Penanganan COVID-19 selama Masa Ramadan dan Idulfitri 1442 Hijriah/2021.
Baca Juga:Mumpung Belum Dilarang, Ini Kata Calon Pemudik di Terminal Pulo Gebang
Surat edaran tersebut ditujukan kepada kepada bupati/wali kota se-Jabar dan Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Kabupaten/Kota se-Jabar agar sama-sama mengendalikan aktivitas dan mengurangi mobilitas masyarakat di wilayahnya. Jika aktivitas masyarakat terkendali, ruang gerak SARS-CoV-2, virus penyebab COVID-19, bisa dibatasi.
"Pengendalian aktivitas masyarakat perlu dilakukan untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19. Apalagi, tren kasus COVID-19 di Jabar sedang menurun. Ini harus dipertahankan secara bersama-sama, baik oleh pemerintah maupun masyarakat," ujar Daud, kepada wartawan akhir pekan lalu.
Daud mengatakan, penanganan pelaku perjalanan lintas batas antarprovinsi tercantum dalam surat edaran tersebut.
Selain pelaku perjalanan wajib memiliki surat izin perjalanan/SIKM, operasi gabungan antarprovinsi di wilayah perbatasan akan dilakukan dengan melibatkan Satpol PP, Dinas Perhubungan, Dinas Kesehatan, dan TNI/Polri.
Operasi gabungan, kata Daud, digelar di titik-titik yang sudah disepakati.
Baca Juga:H-3 Larangan Mudik, Jumlah Warga Masuk Sulsel Meningkat
Satgas Penanganan Covid-19 Kabupaten/Kota harus membangun kondusivitas antardaerah kabupaten/kota dan menerapkan aturan perjalanan lintas batas provinsi sesuai dengan Surat Edaran Satgas Penanganan COVID-19 Nasional.
"Potensi pemudik dan masyarakat yang melakukan perjalanan lintas batas provinsi maupun kabupaten/kota masih ada meski larangan mudik sudah digaungkan," katanya.
Selain itu, kata Daud, pemerintah desa dan keluruhan diminta mengaktifkan Posko Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berskala mikro untuk melakukan sosialisasi dan edukasi protokol kesehatan.
Pemerintah desa dan kelurahan pun didorong melakukan karantina bagi masyarakat pendatang atau pemudik selama lima hari.
"Kami anggap pemudik dan pendatang ini ibarat pasien tanpa gejala. Untuk itu, karantina diharuskan selama lima hari supaya tidak terjadi kontak dengan warga setempat untuk mencegah penularan COVID-19," katanya.
"Koordinasi antarpemerintah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, perlu diperkuat. Kebijakan juga harus selaras. Semua pihak harus mengambil pelajaran dari lonjakan kasus COVID-19 yang terjadi akibat peningkatan mobilitas," imbuhnya.