Kasus Kekerasan Seksual di Pesantren Terkuak, Cerita Warga Soal Keseharian Ponpes Milik HW

belasan santri menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh HW.

Andi Ahmad S
Senin, 13 Desember 2021 | 11:38 WIB
Kasus Kekerasan Seksual di Pesantren Terkuak, Cerita Warga Soal Keseharian Ponpes Milik HW
Ilustrasi kekerasan seksual, pelecehan seksual - (Suara.com/Ema Rohimah)

SuaraBogor.id - Kasus kekerasan seksual yang dilakukan guru di salah satu pesantren di Bandung, Jawa Barat terkuak dan menjadi buah bibir warga se-Indonesia.

Sedikitnya ada belasan santri menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh HW.

Diketahui, Ponpes yang merupakan milik HW ini sudah lama. Kasus kekerasan seksual tersebut terjadi sejal 2016 hingga 2021.

Para santri yang menjadi korban kekerasan seksual rata-rata berusia 13-16 tahun, dengan beberapa di antaranya telah melahirkan bayi. Bahkan, salah satu korban telah melahirkan dua anak.

Baca Juga:MUI Nilai Para Korban HW, Pengasuh Pondok Cabul Bukanlah Pezina: Mereka Korban!

Mengutip dari BBC -jaringan Suara.com, kasus itu pertama kali dilaporkan kepada kepolisian Mei silam, namun baru diketahui publik ketika sidang ketujuh dengan agenda mendengar keterangan saksi di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa lalu (07/12).

HW, pemilik dan pengurus Pondok Tahfiz Al-Ikhlas, Yayasan Manarul Huda Antapani dan Madani Boarding School Cibiru dituduh telah melakukan pemerkosaan terhadap anak-anak di bawah umur.

Ia dituding melanggar pasal 81 ayat 1 dan 3 UU Perlindungan Anak dan terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Minimnya sorotan publik terhadap kasus kekerasan seksual di pesantren ini memicu pertanyaan tentang pengawasan di lingkup pondok pesantren yang tertutup.

Padahal, merujuk data Komnas Perempuan pada periode 2015 - 2019, kekerasan seksual di lingkungan pesantren di posisi kedua terbanyak setelah universitas.

Baca Juga:Buntut Kekerasan Seksual, Unsri Akhirnya Bentuk Satgas PPKS

Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi, menyebut selama ini "belum ada intervensi" pengawasan di pesantren, termasuk terkait kekerasan seksual.

Hal itu diakui oleh kementerian yang mengurusi pesantren, Kementerian Agama, yang menyebut dalam posisi dilematis menyikapi kekerasan seksual di lingkup pesantren yang tertutup dan enggan diintervensi.

'Tak bersosialisasi dengan warga'

Bangunan Rumah Tahfidz Al Ikhlas, yang terletak di kota Bandung, Jawa Barat, tampak kosong dan sepi, Rabu siang (8/12).

Di depan bangunan mewah bertingkat itu terlihat sejumlah papan nama, antara lain Rumah Tahfidz Al Ikhlas, Forum Komunikasi Pendidikan Al Quran, dan Koperasi Syariah Al Ikhlas.

Salah satu warga, Suyatna, menyebut pemilik rumah itu, HW, "tak bersosialisasi" dengan warga sekitar.

Perempuan yang tinggal berdekatan dengan rumah itu mengatakan sejak awal pandemi Covid 19, tidak terlihat ada kegiatan di rumah bercat kuning itu.

Biasanya, beberapa kali terlihat ada murid rumah tahfidz yang berkegiatan di bangunan tersebut. Suyatna menyebut semua murid berjenis kelamin perempuan atau biasa disebut santriwati.

"Ada (santri) sebelum pandemi, setelah pandemi, bubar aja. (Santrinya) pada nginap, cewek semua," kata ujar Suyatna.

"Enggak dengar di sini (ada kasus kekerasan seksual), tahu-tahu si santri sudah pindah semua," kata Azid, warga yang lain.

Tak banyak warga mengetahui bahwa di lokasi itu pernah menjadi saksi bisu pemerkosaan yang dilakukan HW, pemilik dan pengurus rumah mengaji tersebut terhadap belasan santrinya.

Rumah itu adalah salah satu lokasi - yang lain termasuk beberapa lokasi pesantren, hotel dan apartemen - tempat HW diduga melakukan kekerasan seksual terhadap sejumlah santri perempuan di bawah umur

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini