Meski lahir paska reformasi tahun 1998 berkumandang, tapi bukan berarti dirinya tidak memahami makna dan esensi dari reformasi.
Karena menurutnya setiap pengaung reformasi 1998 selalu mengambil panggung 5 tahunan ini dengan nama persekutuan, perkumpulan, kelompok atau pun golongan aktivis tahun 98.
Dia juga mengaku selalu dibandingan dengan orang-orang di tahun 98, jika daya kritis dan pergerakan anak muda saat ini yang tengah dilakukan untuk mengkritisi kekuasaan, dibilang kurang galak, kurang gahar, dan kurang panas.
Sehingga dirinya mengaku terus belajar apa itu reformasi 98, apa itu makna dan juga esensinya. Sehingga dirinya mengaku punya tafsiran sendiri apa itu reformasi 98.
Baca Juga:Sosok Bob Hasan, Laporkan Hakim Saldi Isra ke Majelis Kehormatan MK karena Beda Pendapat
"Bagi kami reformasi adalah gerbang menuju negara yang demokratis taat hukum dan juga sejahtera, kami juga dianjurkan untuk tetap menolak KKN dan dwifungsi ABRI bertahun-tahun paska reformasi 98. Semua hal itu kini menjadi semakin jauh dari angan kami semua. Kata bang usman Hamid direktur amnesti, reformasi kembali ke titik nol dan putusan MK kemarin menjadi pemicunya," tukas Melki, di UI, Kamis (19/10).
Menurutnya Putusan MK kemarin, tak sesuai dengan aturan main, sejak awal pengadilan konstitusi dirancang untuk menjadi negatif legislator. Dia hadir untuk meniadakan atau menghadang legislasi yang tidak sesuai dengan konstitusi.
"Peranan dari MK bulan hanya menambah frasa dari Undang-undang saja, itu tidak sesuai dengan peranan dan fungsinya. MK adalah produk dari paska reformasi bagi kami dia adalah harapan ketika sistem ketatanegaraan kita tengah hancur atau tak beraturan. Bagi kami dia adalah harapan jika konstitusi demokrasi dan konsep negara hukum telah memasuki usia senja, tapi nyatanya senja nampaknya datang terlalu cepat. Bagi kami demokrasi dan negara hukum telah memasuki ujung usia, turut berduka untuk kita semuanya," pungkas Melki.
Dalam diskusi tersebut menghadirkan narasumber Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani, Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum.
Sementara Guru Besar Hukum Tata Negara FH UI Prof. Yusril Ihza Mahendra yang diagendakan menjadi narasumber, tidak hadir hingga diskusi selesai.
Baca Juga:Tangis Seniman Butet Kartaredjasa Dikecewakan Jokowi: Saya Memberanikan Tulis Surat...
Ancam Geruduk Istana