SuaraBogor.id - Putusan Mahkamah Konstitusi terkait batas usia bakal calon presiden ditanggapi Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI), Melki Sedek Huang.
Menurut Melki Sedek Huang, saat ini Indonesia sedang tidak baik-baik saja, bahkan dia menganggap peristiwa tersebut dengan empat kata yaitu 'Negara Dalam Pusara Keluarga'.
Dalam diskusi publik menelisik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terbaru di Pelataran Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Kamis, (19/10), Melki menyampaikan perspektifnya sebagai seorang mahasiswa hukum.
"Setidaknya saya mencoba menyampaikan perspektifnya sebagai seorang mahasiswa hukum," kata Melki.
Baca Juga:Sosok Bob Hasan, Laporkan Hakim Saldi Isra ke Majelis Kehormatan MK karena Beda Pendapat
Melki mengatakan beberapa hari yang lalu dirinya tepat berusia 22 tahun, jika MK kemudian mengabulkan gugatan yang diajukan oleh PSI, berarti 13 tahun mendatang di usia 35, dirinya bisa mencalonkan sebagai calon wakil presiden.
"Namun, karena kemarin MK mengabulkan gugatan mahasiswa surakarta bernama Almas Tsaqibbirru, maka sebelum usia 40 tahun tampaknya saya harus mencalonkan diri dulu sebagai kepala daerah atau penyelenggara negara apapun itu untuk bisa berkontestasi di 2039," kata Melki.
Menurutnya banyak orang yang mencela keputusan dirinya, banyak orang yang mencela keputusan anak-anak muda, dan juga banyak orang yang mencela keputusan para mahasiswa yang kontra keputusan MK kemarin.
"Kami dianggap hiporkrit, kami dianggap tak cerdas, kami dianggap membatasi potensi diri kami sendiri yang muda karena menolak putusan yang katanya berpihak pada anak muda," tukas Melki.
"Saya sendiri menolak deisme, saya juga menolak pemimpin tua yang berpura-pura muda, saya mendukung hadirnya pemimpin, saya juga ingin menjadi pemimpin muda, tapi saya lebih ingin Indonesia taat hukum, terutama konstitusi," tambahnya.
Baca Juga:Tangis Seniman Butet Kartaredjasa Dikecewakan Jokowi: Saya Memberanikan Tulis Surat...
Namun demikian, menurutnya dimasa mendatang, tantangan anak-anak muda semakin banyak, pergaulan antar negara dengan hebatnya semakin menantang, perekonomian kita pun semakin membara, kesejahteraan sosial bisa jadi terancam, hanya konstitusi dan demokrasi lah yang bisa dijadikan harapan, jadi basis untuk merawat hal-hal baik, guna menghadapi berbagai tantangan.
Meski lahir paska reformasi tahun 1998 berkumandang, tapi bukan berarti dirinya tidak memahami makna dan esensi dari reformasi.
Karena menurutnya setiap pengaung reformasi 1998 selalu mengambil panggung 5 tahunan ini dengan nama persekutuan, perkumpulan, kelompok atau pun golongan aktivis tahun 98.
Dia juga mengaku selalu dibandingan dengan orang-orang di tahun 98, jika daya kritis dan pergerakan anak muda saat ini yang tengah dilakukan untuk mengkritisi kekuasaan, dibilang kurang galak, kurang gahar, dan kurang panas.
Sehingga dirinya mengaku terus belajar apa itu reformasi 98, apa itu makna dan juga esensinya. Sehingga dirinya mengaku punya tafsiran sendiri apa itu reformasi 98.
"Bagi kami reformasi adalah gerbang menuju negara yang demokratis taat hukum dan juga sejahtera, kami juga dianjurkan untuk tetap menolak KKN dan dwifungsi ABRI bertahun-tahun paska reformasi 98. Semua hal itu kini menjadi semakin jauh dari angan kami semua. Kata bang usman Hamid direktur amnesti, reformasi kembali ke titik nol dan putusan MK kemarin menjadi pemicunya," tukas Melki, di UI, Kamis (19/10).