SuaraBogor.id - Tepat pada peringatan Hari Bumi, para pemerhati lingkungan mengajak masyarakat Indonesia untuk kembali mengapresiasi peran masyarakat adat sebagai kelompok terdekat dengan alam, yang memegang teguh prinsip dan praktik pelestarian lingkungan.
Salah satu bentuk apresiasi tersebut adalah dengan memastikan adanya jaminan hukum dari negara, agar mereka bisa menjalankan perannya secara optimal, yaitu menjaga fungsi paru-paru dunia.
Hingga saat ini, istilah dan definisi yang dipakai untuk menggambarkan masyarakat adat masih beragam baik oleh pemerintah, LSM, maupun lembaga internasional. Namun, suatu hal yang pasti adalah bahwa kelompok ini masih sangat dekat dengan kehidupan alami dan terus berupaya menjaga kelestarian lingkungan hidup mereka, dalam kehidupan sehari-hari.
Komunitas Konservasi Indonesia Warsi (KKI Warsi) adalah salah satu lembaga yang sudah melakukan pendampingan kepada masyarakat adat dan masyarakat lokal sejak tahun 1991.
“Pada dasarnya masyarakat adat kita masih punya nilai-nilai kearifan yang sesuai dengan alam dan berinteraksi dengan alam, tetapi jumlahnya minoritas. Meski terlihatnya pasif, sebetulnya semua kebutuhan hidup masyarakat adat terpenuhi secara berkelanjutan, meskipun tidak mewah seperti mayoritas orang pada umumnya. Mereka memiliki dampak yang besar dalam menjaga bumi kita untuk kepentingan yang lebih luas,” ujar Rudi Syaf, Direktur Eksekutif KKI Warsi dalam keterangan tertulis yang diterima Suarabogor.id, Kamis (22/4/2021).
Terkait dengan hukum, Rudi Syaf mengakui meskipun belum mendapatkan pengakuan dari negara, banyak kelompok masyarakat adat di dalam dan sekitar hutan telah memperlakukan hutan sebagai bagian penting bagi kehidupan baik secara sosial, ekonomi, kultural, bahkan religi, sesuai dengan kearifan yang diwarisi nenek moyang mereka sejak puluhan tahun lalu.
Riche Rahma Dewita, Koordinator Program KKI-Warsi yang dalam keseharian tugasnya ikut terlibat mendampingi masyarakat adat mengakui bahwa masyarakat adat menggunakan sistem hukum adat dan kearifan lokal untuk menjaga kelestarian sumber daya alam serta menjaga identitas etnis mereka dari generasi ke generasi.
“Dalam menjalankan sistem hukum adat dan kearifan lokal untuk mengelola sumber daya alam, masyarakat adat memerlukan jaminan dari negara agar mereka dapat menjalankan aktivitas hariannya dengan tenang,” jelasnya.
KKI-Warsi sendiri telah membantu beberapa desa adat untuk mendapatkan pengakuan dan jaminan dari pemerintah daerah untuk mengelola hutan. Dua diantaranya adalah Desa Guguk dan Marga Serampas yang ada di Desa Rantau Kermas di Kabupaten Merangin, Jambi. Desa Guguk berjuang agar hutan adat mereka bisa terus dirawat sebagai sumber konservasi air, sedangkan Desa Rantau Kermas ingin terus menjaga hutan adat yang letaknya berdampingan langsung dengan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).
Baca Juga: Ucapan Hari Bumi Sedunia 22 April, Tunjukkan Kamu Peduli Lingkungan!
Perjuangan Desa Guguk untuk mendapatkan jaminan pengelolaan hutan adat baik dari pemerintah lokal
dan pemerintah pusat cukup panjang. Awalnya hutan yang sudah dijaga masyarakat tepat berada di 2 belakang desa, dimana kawasan tersebut merupakan sumber air dan habitat satwa yang dihormati oleh warga desa.
Ketika tiba-tiba patok Hak Pengusaha Hutan (HPH) hadir di tengah hutan yang mencakup seluruh kawasan hutan yang dijaga masyarakat, maka hal ini langsung menjadi perhatian bagi warga.
“KKI-Warsi ikut terlibat sebagai mediator konflik antara Desa Guguk dan dengan perusahaan pemilik HPH. Akhirnya, pengelolaan hutan adat seluas 690 ha berhasil diakui melalui turunnya SK Bupati Merangin No.287 tahun 2003. Baru pada tahun 2018, kekuatan hukumnya menjadi lebih kuat dengan dikeluarkannya SK Menteri KLHK,” jelas Rudi Syaf.
Rudi menambahkan bahwa sejak mendapatkan jaminan dari pemerintah lokal dan pemerintah pusat, sampai hari ini pengelolaan hutan adat Desa Guguk selalu terjaga. Mereka menerapkan hukum adat terhadap warga masyarakat yang melakukan pelanggaran. Misalnya, siapapun yang menebang pohon akan dikenakan denda satu ekor kerbau yang akan dijadikan sajian makanan bersama, dengan demikian kelestarian hutan tetap terjaga.
Kasus Hutan Adat Rantau Kermas berbeda lagi. Mengingat 13 ha wilayahnya yang berdampingan langsung dengan TNKS, maka masyarakat setempat mampu menahan ekspansi lahan yang dilakukan warga di luar Marga Serampas.
Pengelolaan ini dilakukan karena masyarakat menikmati keramahan alam untuk menunjang kehidupan mereka. Hal ini otomatis membantu menjaga kondisi alamiah TNKS.
Berita Terkait
-
"Segel Tambang, Bukan Wisata Alam": Warga Puncak Sampaikan Protes ke Menteri LH
-
Kolaborasi Urban Farming Wujudkan Sungai Bersih dan Panen Melimpah di Ibu Kota
-
Kementerian Lingkungan Hidup Rampungkan Instrumen Sekolah Dorong Program Adiwiyata
-
Ketua DPD RI Tegaskan Perjuangan Ekologis Sebagai Martabat Bangsa di Hari Keadilan Ekologis Sedunia
-
Jangan Dibuang! Sisa Makananmu Bisa Jadi Pupuk Hingga Sumber Energi Masa Depan
Terpopuler
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Maarten Paes: Pertama (Kalahkan) Arab Saudi Lalu Irak, Lalu Kita Berpesta!
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
Terkini
-
Rekomendasi Hotel di Tokyo dengan Lokasi Strategis Dekat Transportasi Umum
-
Kabar Gembira Berubah Jadi Jeritan Duka, Ini Kata Camat Cibinong
-
Detik-Detik Mencekam Rombongan Besan Cibinong Bogor Masuk Jurang, Dua Korban Tak Terselamatkan
-
Membedah Lokasi Strategis Kecamatan Parung yang Dipilih Jadi Jalur Krusial Tol Bogor Serpong
-
Yandri Susanto Desak Kejagung Turun Tangan, Selamatkan Hak Warga Desa Sukaharja dan Sukamulya Bogor