Scroll untuk membaca artikel
Pebriansyah Ariefana
Senin, 12 Juli 2021 | 07:25 WIB
Pemakaman jenazah Covid-19 di Lamongan, Jawa Timur [Foto: Beritajatim]

SuaraBogor.id - Pemuda Down Syndrome Depok positif COVID-19 meninggal dunia saat tinggal bersama pasien COVID-19 isoman atau isolasi mandiri. Jenazahnya lama dimakamkan dan terlantar.

Pihak keluarga, pemuda berinisial AA itu menjelaskan tidak menyalahkan siapapun atas peristiwa yang menimpa AA (31), pasien Covid-19 yang terlantar sampai meninggal dunia di Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok.

Menurut Kakak Ipar AA, Edwin Sumampow, keluarga hanya ingin seluruh pihak yang terlibat dalam penanganan Covid-19 di Depok mengintrospeksi diri dari kejadian ini.

"Kalau tidak, mau berapa banyak lagi AA-AA yang meninggal ke depannya?" tegas Edwin kepada SuaraBogor.id di kediamannya, Minggu (11/7/2021).

Baca Juga: 7 Tips Cegah Penularan Virus Covid-19 di Dalam Rumah

AA tinggal bersama Edwin dan istrinya yang lebih dulu terkonfirmasi positif Covid-19 setelah melakukan tes-swab di salah satu klinik di Depok pada Senin, 21 Juni 2021.

Petugas tengah melakukan prosesi pemakaman jenazah dengan keterangan terpapar COVID-19 tak menggunakan peti di TPU Jombang, Ciputat, Tangsel, Jumat (25/6/2021). [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]

Sepulang dari klinik, dia langsung menginformasikan kondisinya pada ketua RT dan warga di lingkungan tempat tinggalnya.

Keesokan paginya, Edwin juga menginformasikan kondisinya pada Tim Satgas Covid-19 Depok, Dadang Wihana. Dadang meneruskan informasinya ke Camat Pancoran Mas, Utang Wijaya, lalu Camat memberi Edwin kontak Puskesmas Pancoran Mas.

"Orang Puskesmas sempat menanyakan hasil swab dan kondisi kami," imbuh Edwin.

Edwin menghubungi aparat setempat untuk memastikan apa yang harus Dia lakukan. Dia merasa perlu bertindak hati-hati karena di rumahnya ada orang tua dan anak-anak yang rentan tertular Covid-19.

Baca Juga: Senin Besok, Rombongan Pejabat Ikut Gubernur Kepri Ansar Ahmad ke Natuna akan Tes COVID-19

Di rumahnya ada 3 keluarga dengan total 9 orang. kesembilan orang itu terdriri dari Edwin, istri dan anaknya yang berusia 8 tahun, ibu, adik dan kakak serta istri dan 2 anak kakaknya.

"Yang paling saya khawatirkan itu ibu dan adik saya AA, karena mereka paling erat kontaknya dengan kami yang positif," papar Edwin.

Edwin tidak mau ambil resiko. Dia segera menghubungi Puskesmas Pancoran Mas untuk melakukan tracing dan melakukan swab pada ibu dan adiknya.

Ibunya sudah tua dan kakinya patah, sehingga tidak bisa jalan dan harus menggunakan kursi roda. Sementara sang adik, AA, berkebutuhan khusus karena mengidap down syndrome atau keterbalakangan mental.

Karena itu, Dia meminta petugas dari Puskesmas melakukan tes di rumah.

"Di hari selasa 22 Juni itu, Puskesmas bilang oke. Katanya mereka akan cari waktu untuk datang ke rumah. Tapi setelah kita tunggu dari hari Selasa itu, tidak ada ada kabar," papar Edwin.

Edwin sempat mendatangi langsung Puskesmas beberapa hari kemudian untuk melakukan swab pada putrinya, sekaligus mengajukan kembali permohonan untuk swab di rumah.

Untuk kedua kalinya, sambung Edwin, tanggapan Puskesmas masih sama, akan disiapkan waktu.

Bahkan Istrinya pun terus menghubungi Puskesmas melalui whatsapp, namun tidak ada jawaban sama sekali.

Sekitar 3 atau 4 hari sebelum meninggal, AA mulai menunjukkan gejala seperti batuk dan demam setiap hari. Karena tidak ada petugas yang datang, Edwin hanya bisa memberi obat seadanya sampai AA meninggal.

"Alhamdulillah panasnya turun dan batuknya reda setiap minum obat, tapi selalu kumat lagi besoknya. Puncaknya itu Kamis malam. Kondisinya sudah drop banget, tidak mau makan," katanya.

Seingat Edwin, AA meninggal sekitar pukul 06.00 WIB, Jumat (9/7/2021).

"Jam 2 atau 3 pagi, saya masih dengar suara dia, seperti mengigau. Jam 6 paginya, Ibu saya manggil-manggil tapi dia tidak merespon. Begitu saya cek ke kamarnya, ternyata Dia sudah tidak ada," ungkap Edwin.

Setelah mengetahui adik iparnya meninggal, Edwin melapor ke Puskesmas dan aparat setempat untuk memproses pemulasaran menggunakan protokol kesehatan meskipun AA sama sekali belum menjalani swab.

AA baru di-swab setelah minggal, sekitar pukul 11.00 WIB dan dinyatakan positif Covid-19. Sementara petugas pemulasaran baru tiba pukul 15.00 WIB sore.

"Warga sempat usul langsung mandiin dan makamin aja, karena kasian jenazahnya. Kami pun maunya begitu, tapi kami kan masih ikuti aturan main pemerintah. Takutnya ada apa-apa, nanti kami yang salah," paparnya.

Sambil menunggu petugas pemulasaran, Edwin pergi mengambil peti jenazah dan mencari ambulans.

Setelah AA siap dimakamkan, Edwin justru mendapat kabar bahwa alat berat penggali makam rusak sehingga jenazah baru bisa dimakamkan esok.

"Sebagai seorang kakak, saya kasian lah dengan adik saya yang sudah lama menunggu. Akhirnya saya datang mengecek langsung ke pemakaman, ternyata nama adik saya sudah terdaftar dan lubang makamnya sudah ada," kata Edwin.

Edwin sempat bingung, tapi Dia mengaku tidak ingin ambil pusing karena hal ini. Yang penting, sambungnya, AA dapat dimakamkan segera.

Akhirnya, AA dimakamkan sekitar pukul 18.30 WIB di TPU Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, pemakaman khusus pasien Covid-19.

Edwin menyadari bahwa kondisi pandemi memang sedang genting. Hanya saja, dia berharap petugas yang menangani Covid-19 lebih komunikatif.

Menurutnya, banyak masyarakat yang tidak tahu harus bagaimana di kondisi seperti ini. Ditambah lagi, banyak informasi tidak benar yang beredar di masyarakat. Karena itu Edwin amat dibutuhkan suplai informasi yang cepat dan akurat dari petugas.

"Yang kami sayangkan hanya itu, tidak ada feedback atau komunikasi dua arah dari petugas. Masyarakat dituntut untuk segera lapor bila terpapar Covid-19. Saat kami lapor, kenapa justru tidak ditanggapi? Minimal, jawab iya atau apa gitu. Jangan didiemin," pungkasnya.

Kontributor : Immawan Zulkarnain

Load More