Scroll untuk membaca artikel
Andi Ahmad S
Jum'at, 13 Agustus 2021 | 10:06 WIB
Yusril Ihza Mahendra. (Suara.com/Ria Rizki).

SuaraBogor.id - Polemik data kematian Covid-19 yang disebut dihapuskan dari indikator penanganan Covid-19, mendapatkan perhatian dari berbagai pihak, seperti dari Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza.

Yusril Ihza turut menanggapi polemik tersebut. Dia mengatakan, dengan adanya polemik penghapusan data kematian Covid-19 dari indikator penanganan Covid-19 tentu pemerintah bisa dicurigai.

Menyadur dari Terkini.id -jaringan Suara.com, seperti diketahui, Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenko Maves) sebelumnya telah membantah menghapus data kematian.

Kemenko Maves menjelaskan bahwa mereka hanya sedang melakukan perapian agar data kematian lebih akurat.

Baca Juga: Pemerintah Klaim Rapikan Data Kematian Covid-19, Yusril: Harus Ada Tenggat Waktunya

Terkait itu, Yusril mengatakan bahwa jika pemerintah telah membantah menghapus data kematian tersebut, maka seharusnya ada tenggat waktu yang jelas untuk merapihkan datanya.

“Tanpa kejelasan waktu, pemerintah bisa dicurigai ingin menyembunyikan angka yang sesungguhnya,” jelasnya pada Kamis, 12 Agustus 2021.

Yusril menilai, hal itu bukan hanya tidak akan baik di mata rakyat Indonesia, namun juga di mata dunia internasional.

Menurutnya, kecurigaan sudah pasti timbul jika data resmi dari Pemerintah tak kunjung muncul.

Hal itu karena, jika data Pemerintah tak kunjung muncul, maka opini yang berseliweran di publik adalah data tidak resmi yang bisa dibuat oleh siapa saja.

Baca Juga: Kasus Covid-19 Indonesia Tambah 24.709, Pasien Sembuh Tambah 36.637

“Hal ini justru akan menghambat upaya penanganan pandemi di negara kita,” ujarnya.

Yusril melanjutkan bahwa imbas dari data yang dianggap bodong itu banyak, misalnya dimainkan menjadi isu politik yang berdampak luas.

Isu yang dimainkan itu, bisa berupa isu domestik sebagai penggalangan opini untuk menggoyang stabilitas politik dan pemerintahan, maupun isu internasional.

“Sebab, angka kematian yang relatif besar dibandingkan dengan negara-negara lain serta angka kematian global, bisa ‘digoreng-goreng’ sebagai isu pelanggaran HAM berat,” jelas Yusril.

“Kita tidak ingin hal seperti itu terjadi pada negara tercinta ini,” sambungnya.

Load More