Scroll untuk membaca artikel
Andi Ahmad S
Selasa, 21 September 2021 | 18:26 WIB
Emun (40) dan Siti Robiah (38) bersama kedua anaknya yang telah menempati rumah yang lebih layak. [Suarabogor.id/Fauzi]

SuaraBogor.id - Hampir selama empat tahun Emun (40) asal Kampung Pawati, RT01/04 Desa Mekarkaya Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat hampir selama empat tahun bersama istrinya tinggal di hutan.

Alasan warga Cianjur tinggal di hutan yakni Emun dan istrinya yaitu, Siti Robiah (38) terpaksa karena keadaan ekonomi yang serba keterbatasan. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keduanya membuat arang dan dijualnya pada warga sekitar.

Bahkan anak pertamanya yang kini telah duduk dibangku sekolah dasar kelas tiga, sempat tidur beralaskan tanah, dan atap dari dedaunan yang diambilnya disekitar hutan. Selasa (21/9/2021).

Karena tempat gubuknya yang dibangun alakadarnya, dan beralaskan tanah, seekor ular pun sempat masuk kedalam gubuk dan menempati alas yang mereka tempati untuk beristirahat, bahkan ular itu sempat merayap dibagian badan anaknya.

Baca Juga: Jangan Diabaikan, Ini 5 Kesalahan Olahraga yang Harus Dihindari!

Walaupun ditengah segala keterbatasan, untuk bertahan hidup keduanya membuat arang dari kayu yang dipungut didalam hutan. Arang yang mereka buat pun dijual pada warga sekitar.

"Untuk keperluan sehari-hari, kami membuat arang dari kayu yang ada disekitar, lalu dijualnya pada warga," kata Emun yang mengunakan baju dan berpeci putih pada SuaraBogor.id

Saat itu Emun dan Isitrinya membuat arang bisa mencapai sebanyak 20-30 karung perbulan, dan dijual seharga Rp 35 ribu perkarung. Hasilnya mereka gunakan untuk memenuhi makan sehari-hari.

Keberadaan Emun dan Siti Robiah serta anaknya yang tinggal didalam hutan itu, membuat warga sekitar berempat dan menyediakan lahan dan rumah panggung.

"Iya dari hutan, lalu pindah didekat permukiman warga. Ketika pindah saya pun beralih profesi menjadi sebagai petani karet," kata Emun pria asli kelahiran Cianjur.

Baca Juga: Perhatikan 7 Kebiasaan yang Dapat Menganggu Kualitas Tidur

Berkat kerja keras mereka dan hasil menjual arang selama tinggal di hutan, akhirnya Emun dan Siti serta anak pertamanya pindah menempati kediaman baru meskipun masih jauh dari layak, karena ruang tamu beralaskan kayu serta dapurnya langsung dengan tanah.

Namun setelah tiga tahun mereka tempati dan anak keduanya lahir rumah itu pun mulai rapuh dan keropos. Tidak hanya itu, saat terjadi hujan deras rumah mereka bocor, bahkan ketika angin kencang berhembus kedua anaknya terpaksa harus kedinginan.

"Ya kalau sedang terjadi hujan, kehujanan karena air masuk kedalam rumah, waktu terjadi angin kencang sama masuk," katanya sambil tersenyum.

Semenjak pindah dari hutan, Pak Emun beralih menjadi sebagai penyadap karet disekitar hutan karet milik Perhutani di Kecamatan Mande hingga saat ini.

"Penghasilan dari hasil menjadi sebagai penyadap karet yaitu sebesar Rp 300 ribu perbulan. Alhamdulliah ada uang untuk menafkahi istri dan uang jajan anak sehari-hari," ucapnya.

Selama mereka tinggal dengan rumah tidak layak huni, Emun dan Siti mengaku belum pernah mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah setempat maupun pemerintah daerah hingga pusat.

"Belum pernah mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah, cuman waktu itu sempat mengajukan bantuan untuk perbaikan rumah, namun hingga saat ini belum ada," kata Siti Robiah sambil menggendong anak keduanya.

Kini Emun dan Siti sudah menempati rumah cukup layak yang dibangunkan oleh Polres Cianjur. Bahkan rumah diatas lahan sektar 50 meter persegi yang mereka tempati pun sudah menjadi milik pribadinya.

Selain itu, mereka pasangan suami istri tersebut juga mendapatkan sejumlah bantuan bahan pokok, seperti beres, minyak goreng, mie instan hingga telur.

Kontributor : Fauzi Noviandi

Load More