Scroll untuk membaca artikel
Andi Ahmad S
Kamis, 30 September 2021 | 11:45 WIB
Ilustrasi Partai Komunis Indonesia (PKI) ditangkap militer. [Suara.com/Iqbal]

Sifra dan Samuel mulai mengetahui peristiwa 1965 saat usia mereka masih anak-anak karena keluarga besar yang kerap mengajak mereka ikut upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Lubang Buaya pada tanggal 1 Oktober.

Mereka kemudian tahu bahwa kakek mereka, DI Pandjaitan, tewas ditembak dan kemudian diberi gelar sebagai Pahlawan Revolusi oleh pemerintah.

Sifra dan Samuel—anak Riri Pandjaitan, putri bungsu dari DI Pandjaitan—pun bertanya pada ibu mereka tentang peristiwa itu.

"Pertanyaannya, 'kenapa sihbisa terjadi?' 'Kenapa mestiseorang opayang saya nggak kenal tapi.. meninggal secara sadis begitu?'

Baca Juga: Perolehan Medali PON Papua 29 September: DKI Geser Tuan Rumah

"'Kenapa dia mesti meninggal?' 'Kenapa dia mesti ditembak berkorban di tempat itu?' 'Untuk apa?'" papar Samuel, mengenang pertanyaan-pertanyaan yang dia ajukan kepada ibunya.

Dari penjelasan ibunya serta almarhum neneknya, mereka memperoleh informasi tentang insiden '65.

"Setelah itu saya baru tahu semua itu dikorbankan untuk Pancasila, untuk kesaktian Pancasila. Jadi dari situ saya bangga, saya teguh dalam hati, saya sebagai keturunan juga harus jaga Pancasila ini."

Sifra melihat peristiwa tujuh jenderal meninggal dalam satu malam itu "hanya terjadi di Indonesia".

Aktor Terlibat Film G30S PKI

"Semenjak saya dewasa, saya mengerti peristiwa ini adalah peristiwa yang sangat berbahaya dan betapa tujuh pahlawan revolusi itu mencintai dan memegang teguh Pancasila," kata Sifra.

Baca Juga: Biaya Komitmen Formula E Jakarta Lebih Mahal, Alibi Anies: Tiap Kota Berbeda

'Jadi PKI ini apa, bu?'

Load More