“Mudik itu selatan. Makanya agak salah kaprah kalau sekarang mudik itu dibilang pulang ke kampung,” sambung Baba.
Jangankan anak muda yang nongkrong di Café, pasar rakyat yang kini ramai setiap hari hanya buka 2 kali seminggu pada masa itu.
Pasar yang lengkap menjual kebutuhan sehari-hari masyarakat buka setiap Selasa dan Kamis, mulai pukul 05.00 WIB atau habis subuh sampai pukul 10.00 WIB.
Salah satu pasar di masa itu yang masih ada sampai saat ini adalah pasar di Jalan Dewi Sartika, Kecamatan Pancoran Mas.
Dulu hanya ada satu toko yang agak lengkap dan buka setiap hari di Pasar Dewi Sartika, yaitu Toko Pa Thung. Toko Pa Thung yang dulu sangat terkenal, milik seorang keturunan Tionghoa Bernama Pa Thung.
“Jadi masyarakat yang ingin belanja di hari selain Selasa dan Kamis, hanya bisa membeli kebutuhan sebatas yang disediakan Toko Pa Thung,”
Baba memastikan, tidak ada aksi kejam khas pemberontak yang dilakukan anggota PKI di Depok.
Tidak ada juga aktivitas mereka yang membuat warga takut, apalagi sampai mengancam keselamatan mereka, seperti yang diberitakan media massa.
Sejauh yang Baba tahu, PKI hanya sebuah partai politik (parpol) yang aktif menggalang dukungan dari masyarakat. Bahkan, PKI termasuk salah satu partai yang berkuasa kala itu.
Baca Juga: Cerita Detik-detik Letnan MT Haryono Dibunuh saat G30SPKI, dari Mimpi Ditusuk Tombak
Karena masuk dalam lingkaran pemerintahan, keributan yang membawa nama PKI biasanya sebatas beda pendapat antara PKI dengan parpol lain seperti Masyumi, Partai Nasional Indonesia (PNI) atau Partai Nahdatul Ulama (NU).
Bukannya membantai, PKI justru dikenal loyal dalam urusan merawat dukungan masyarakat. Mereka rutin membagikan sembako seperti gula, terigu dan beras untuk konstituennya.
"Kalau kata info yang beredar, kan katanya PKI melakukan pembantaian terus berlawanan dengan ajaran agama. Mungkin itu di daerah lain, di sini gak ada itu,” kenang Baba.
Ketimbang PKI, warga Depok di masa itu justru lebih takut pada gerombolan preman bekas pejuang kemerdekaan.
Mereka memeras dan merebut paksa uang dan hewan peliharaan warga.
Preman ini terdiri dari masyarakat pribumi yang ikut berperang melawan penjajah, tapi tidak mau dan atau tidak bisa bergabung dengan Tentara Keaman Rakyat (TKR).
Tag
Berita Terkait
-
Prabowo Panggil Menteri ke Hambalang, Ada Target Soal Pembangunan Hunian Korban Bencana
-
Dari Sel ke Mimbar: Intip Momen Ferdy Sambo Ikuti Praise and Worship di Lapas Cibinong Jelang Natal
-
7 Rekomendasi Tempat Wisata Viral di Bogor: Negeri Dongeng Mini hingga Sensasi Tenda Mongolia
-
Harga Tiket Masuk Goa Lalay Bogor, Wisata Grand Canyon Baru di Jawa Barat
-
Padepopan: Festival Baru yang Menghidupkan Kembali Ruang Budaya Depok
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
Miris! Guru SDN di Cibinong Diduga 'Lombakan' Uang Kas Siswa untuk Cepat Pulang
-
BRI 130 Tahun, Menjaga Warisan Kerakyatan dan Melaju dalam Transformasi Digital
-
Jadwal KRL Bogor-Jakarta 15 Desember 2025: Keberangkatan Awal hingga Kereta Terakhir
-
Modal 900 Ribuan! Ini Rekomendasi Sepeda Bapak-Bapak di Bawah Rp1 Juta yang Masih Layak Pakai
-
Bukan Sopir Tetap! Ini Pengakuan Kepala SPPG Utara Soal Mobil Maut Penabrak 18 Siswa dan Guru SD