SuaraBogor.id - Bogor merupakan wilayah yang menjadi salah satu tujuan wisatawan dari berbagai daerah di Indonesia, daerah penyangga Ibu Kota Jakarta ini memiliki tempat wisata dan budaya cukup banyak.
Bogor juga menjadi tujuan masyarakat Jabodetabek untuk menghabiskan waktunya di tempat-tempat wisata seperti di kawasan Puncak Bogor, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Disamping banyak tempat wisata dan kulinernya, di Bogor juga terdapat lokasi sejarah yang masih terletak di kawasan Puncak Bogor, yakni Makam eks Anggota Tentara Nazi Jerman yang gugur.
Sebagian masyarakat Indonesia khususnya warga Kota Hujan ini, mungkin belum mengetahui keberadaan adanya pemakaman eks Anggota Tentara dari salah satu negara di Eropa, yang memiliki julukan sebagai negeri Hitler atau negeri Nazi. Tapi faktanya adanya makam tersebut memang benar.
Baca Juga: LBH Menilai Keterlibatan Kapuslabfor Dalam Skenario Ferdy Sambo Menambah Buruk Citra Polri
Dari hasil penelusuran jurnalis Suarabogor.id, makam eks prajurit negeri Hitler atau negeri Nazi itu terletak di kawasan kaki Gunung Pangrango, Kampung Arca, RT04/04, Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Pantas saja, keberadaan makam tersebut tidak banyak diketahui masyarakat Indonesia khususnya Bogor. Karena, lokasi pemakaman eks Tentara Jerman itu posisinya berada di kampung terpencil kawasan Puncak Bogor.
Untuk bisa ke lokasi pemakaman eks Tentara Jerman, jika kita berada di Jalan Raya Puncak Bogor atau persimpangan Gadog Ciawi, perjalanan yang harus ditempuh menuju Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor kurang lebih delapan kilo meter.
Setelah kita masuk ke kawasan Desa Sukaresmi untuk menuju tempat pemakaman tersebut, kembali harus menempuh perjalanan kurang lebih dua kilo meter dengan dihadapkan kondisi jalan yang hanya bisa dilewati satu kendaraan mobil saja.
Sesampainya di lokasi pemakaman, jurnalis Suarabogor.id langsung bertemu dengan seorang ibu-ibu bernama Nyai (58). Dia merupakan penjaga dimana eks 10 Tentara Nazi itu dikubur.
Baca Juga: Lampu Penerangan Jalan di Kebon Jeruk Mati, Jalanan Mendadak Gelap
Disebuah rumah yang mesih terletak di area lokasi pemakaman, Nyai (58) tinggal berdua dengan suaminya bernama Ali Anwar (63).
Nyai yang mempunyai anak sebanyak tujuh dan cucu 13 itu mengaku kepada Suarabogor.id, merupakan penjaga makam eks Tentara Nazi ke tiga, sebelumnya sempat dijaga kedua orangtuanya.
Ibu Nyai tak tahu pasti mulai diurus kapan pemakaman 10 eks Tentara Nazi oleh bapaknya bernama Aja itu. Namun, ia hanya mengingat saat itu usianya baru dibawah 10 tahun dan ayahnya bekerja di sebuah perkebunan (Lokasi 10 eks Tentara Nazi dikubur).
Namun, ia hanya bisa menaksir sudah puluhan tahun ayahnya bekerja di perkebunan dimulai gajihnya pada saat itu Rp13 ribu hingga Rp500 ribu per bulan, pun juga dipercaya sambil menjaga dan merawat pemakaman tersebut.
2002 saat itu ayahnya meninggal, kemudian diteruskan ibunya yang bernama Emas untuk menjaga sekaligus merawat lokasi pemakaman eks 10 Tentara Nazi. Kemudian, 2013 ibunya kembali meninggal, yang sebelumnya sempat memberikan amanat serta menyerahkan semuanya kepada dirinya untuk diurus sampai detik ini.
Saat jurnalis Suarabogor.id mencoba meminta penjelasan kenapa sampai ada pemakaman 10 eks Tentara Jerman. Ia tidak bisa menjelaskan secara detai. Tapi, saat diperintahkan untuk menjaga dan merawat pemakaman itu, ia dibekali selembaran tulisan sejarah 10 Tentara Nazi yang gugur oleh Gunther Trieble merupakan Mantan Staf Atase Militer Kedaulatan Jerman Jakarta.
Dari selembaran tulisan yang diperlihatkan kepada jurnalis Suarabogor.id itu berjudul 'Arca Domas Makam Tentara Jerman di Indonesia' ditulis oleh : Gunther Trieble.
Melalui tulisan selembaran itu, Nyai menceritakan asal usul sampai adanya pemakaman 10 Tentara Jerman yang dikubur di sebuah kawasan kaki Gunung Pangrango, Bogor, Jawa Barat tersebut.
"Sebuah cerita mengenai kerajaan yang hilang tentang pohon-pohon keramat, perang yang brutal, kapal-kapal yang tenggelam arwah para pelaut dan tentang makam yang damai di kaki gunung api," tulisan tersebut kata Nyai merupakan awal pembuka dalam sebuah tulisan yang diterimanya itu.
Zaman dahulu kala terdapat sebuah kerajaan di Jawa Barat, dibawah kekuasaan raja-raja dari silsilah Padjajaran yang bersama para brahmananya, memerintahkan rakyat sunda lebih dari 1000 tahun lamanya, berabad-abad lamanya para bangsawan memakamkan para sesepuhnya dibawah pohon keteduhan beringin terletak di kaki Gunung Pangrango.
Jumlah nisan disana pernah mencapai 800 buah, sehingga makam tersebut diberi nama Arca Domas.
Pada sekitaran abad ke 11, Islam berhasil menghancurkan kerajaan tersebut beserta seluruh umatnya, dan candi-candinya serta mengislamkan hampir seluruh rakyat Sunda. Para Brahmana berhasil melarikan diri ke pegunungan yang terpencil.
Sampai pada waktu itu mereka mengucilkan diri segala pengaruh dunia luar. Tak ada orang yang boleh menginjak daerah mereka dari sini, mereka dikenal dengan nama suku Badui.
Berjalannya waktu, batu nisa itu telah digunakan masyarakat untuk membuat rumah mereka. Serta tanah mereka rubah menjadi perkebunan dan pertanian yang bermanfaat. Namun pohon-pohon beringin yang masih berdiri angker disana tetap mengingatkan masyarakat tentang tanah tersebut.
Setelah berakhirnya perang Dunia ke satu, dua bersaudara asal Jerman, Emil serta Theodor Helfferich membeli 900 hektar tanah, dimana mereka mendirikan perkebunan serta pabrik teh mereka.
Mereka juga mendirikan bangunan-bangunan lain didaerah dengan ketinggian 900 meter diatas permukaan laut tersebut. Kakak tertua mereka Karl Helfferich pernah menjabat sebagai Wakil Kanselir Jerman dibawah Kanselir Jerman terakhir.
Karena mereka dekat dengan angkatan laut Kekaisaran Jerman serta untuk mengabadikan armada Asia Timur Jerman dibawah laksamana Graf Spee yang ditenggelamkan oleh armada dari Britania Raya. Mereka mendirikan sebuah prasasti dibawah pohon-pohon kramat tersebut.
Sebagai penghormatan kepada kebudayaan tuan tanah Pasundan, mereka juga mendirikan patung Budha dan patung Ganisha yang mengapit prasasti tersebut, berlangsung pada 1 Oktober 1926 yang dihadiri oleh wakil-wakil dari pemerintah Hindia-Belanda, Konsul Jendral Jerman dengan delegasi dari kapal latih penjelajah 'Hamburg' yang merupakan kapal perang pertama, setelah kalah dalan Perang Dunia ke 1 kembali mengunjungi pelabuhan-pelabuhan Hindia-Belanda.
Prasasti tersebut bertuliskan 'Bagi Satuan tempur Jerman-Asia Timur yang gagah berani, 1914'.
Ketika kapal latih penjelajah 'Hamburg' meninggalkan Pulau Jawa, ada satu orang awak kapal yang tidak ada Obermatrose meninggal pada suatu kecelakaan dan dimakamkan dengan penghormatan secara militer di tempat suci ini.
Pada tahun 1943 perang Dunia II sedang berkecamuk dan di Indonesia berada di kekuasaan Jepang. Jerman dan Jepang mendirikan pangkalan laut bersama di Jakarta. Pimpinan pangkalan tersebut saat itu adalah Kolonel Al Hermann Kandler.
Tujuan di dirikannya pangkalan tersebut waktu itu adalah untuk membongkar blokade armada sekutu. Agar hasil bumi dari Asia Tenggara dan Timur dapat dikirim pada Pelabuhan di Eropa.
Pada Maret 1944 Jakarta juga dihadirkan pangkalan Logistik bagi kapal-kapal selam Jerman. Nama-nama seperti kapal penjelajah 'Michel' 'Burgerland' kapal tangker 'Charlotte Schielmann' dan 'Brake' juga kapal-kapal selam 'U168' 'U196' dan 'U219' pernah singgah di sana.
Perkebunan teh di Cikopo milik Helffarich bersandarpun turut menyumbang bagi negara mereka. Ditempat itu mereka mendirikan bangunan pendukung bagi para anak buah kapal termasuk sebuah pemakaman bagi serdadu yang gugur.
Setelah Kapitulasi Jerman pada 8 Mei 1945 seluruh tentara Jerman yang berada di pulau Jawa ditawan di sana. Saat kapitulasi Jepang dan berakhirnya perang ke II pada 15 Agustus 1945 dimakamkan juga lima prajurit Jerman yang pada waktu itu bersama prajurit sekutu lainnya berusaha mencari perlindungan dari para pejuang kemerdekaan Indonesia.
10 prajurit yang gugur utu dimakamkan dengan penghormatan secara militer. Sejak saat itu makam tersebut menjadi makam Tentara Jerman di Indonesia. Disitulah kenapa ada pemakaman ke 10 eks Tentara Nazi.
"Harus sesuai dengan tulisan ini, soalnya saya diberikan amanat kalau ada yang nanya-nanya baca tulisan ini," kata Ibu Nyai penjaga 10 Makam Eks Anggota TNI Jerman.
Usai menjelaskan, Ibu Nyai dan suaminya itu mengajak dan juga mempersilahkan untuk mengambil gambar, serta menuju lokasi 10 Prajurit Nazi yang gugur tersebut. Dari jarak rumahnya sekitar 15 meter menuju makam, terpampar diantara pohon karet dan beringin begitu besar ada sepuluh nisan berwarna putih.
Saat masuk ke area pemakaman, kita akan diperlihatkan terlebih dahulu sebuah tugu utama bertuliskan 'Deutscher Soldatenfriedhof' Tugu Peringatan Untuk Menghormati Prajurit Jerman Yang Telah Gugur, dibawahnya tertulis, Kedutaan Besar Republik Federal Jerman di Jakarta, mohon agar menjaga kebersihan tempat ini. Duta Besar.
Di sebelahnya, terlihat berjejer makam-makam para prajurit dengan nisan salib yang menghiasi makam-makam tersebut. Tak heran hal itu menjadikan suasana di area pemakaman ini sangat kental dengan aura mistisnya.
Namun ada yang berbeda di barisan pertama ada dua makam Anggota Tentara Jerman yang bertuliskan 'Unbekannt' yang menurut penjaga makam, identitasnya itu belum diketahui atau tidak dikenal sampai saat ini.
Pada baris ke dua, ada delapan makam lainnya yang berjejer. Nyai mengungkapkan, bahwa di sebelah kanan paling ujung adalah makam Letnan Satu Laut Friedrich Steinfeld yang merupakan kapten kapal selam U-195, lahir pada 15 Desember 1914 dan meninggal pada 30 November 1945.
Kemudian di sebelahnya lagi ada makam Eduard Onnen bertuliskan diatasnya 'Schiffszimmermann' karena merupakan tukang kayu kapal yang lahir pada 14 Desember 1906 dan meninggal pada 15 April 1945.
Kemudian di sebelahnya lagi ada makam Letnan Laut W. Martens yang terbunuh di kereta api dari Jakarta ke Bogor berdasarkan sejarah yang didapatnya. Namun, tanggal kelahirannya tidak tercantum (Tidak diketahui) hanya meninggalnya saja itupun tanpa tanggal dan hanya tertera pada Oktober 1945.
Disebelahnya lagi, ada makam Kopral Satu Willi Petschow yang katanya meninggal karena sakit di Jakarta. lahir pada 31 Desember 1912 dan meninggal pada 15 September 1945.
Sebelahnya lagi ada makam Letnan Satu Laut Willi Schlummer merupakan pejuang kemerdekaan pada 12 Oktober 1945 silam. Dia lahir pada 25 Oktober 1913 dan meninggal pada 12 Oktober 1945.
Dijejeran paling kiri terdapat tiga makam lainnnya, pertama Letnan Kapten Herman Tangermann pada saat itu katanya meninggal karena kecelakaan 23 Agustus 1945. Dia lahir pada 10 Oktober 1910.
Di sebelahnya lagi ada makam Wilhelm Jens yang konon katanya terbuhun oleh pejuang kemerdekaan Indonesia pada 12 Oktober 1945 di Bogor. Dia lahir pada 7 Oktober 2020.
Yang terakhir yakni makam Letnan Satu Dr Ir H. Haake, konon kata Nyai dia itu meninggal saat kapal selamnya terkena ranjau di Selat Sunda pada 30 November 1944. Dia lahir hanya tercantum tahunnya saja yakni 1914.
Disamping itu, Nyai juga menyebutkan bahwa setiap satu tahun sekali pada November pihak kedutaan Jerman selalu datang ke pemakaman dimana 10 tentaranya itu tewas pada 1945 tersebut.
"Nanti itu ada upacara peringatan gitu, dan ada juga pengibaran bendera Jerman dan Indonesia," sebutnya.
Ibu dari tujuh anak ini juga mengaku, setiap hari selalu membersihkan area makam tersebut dan juga didatangi pelajar atau wisatawan. Mereka semuanya bertujuan untuk melihat sejarah 10 makam Jerman di kaki Gunung Pangrango tersebut.
Tak hanya itu, setiap tahun juga area kawasan pemakaman dan makamnya selalu dicat ulang menggunakan cat warna putih oleh perwakilan dari Kedutaan Jerman.
"Setiap tahun selalu di cat ulang semua area ini. Saya hari Minggu, Senin dan Rabu kalau nggak ada biasanya pengajian, jadi ke makamnya hanya bersih-bersih saja," ucapnya.
Dipenghujung Nyai mengungkapkan, ada satu hektar tanah di kaki Gunung Pangrango di lokasi yang saat ini ada makam 10 eks Tentara Jerman merupakan milik Kedutaan Jerman. Iapun saat ini diberikan kepercayaan sebagai orang yang dipercaya mengurus dan memanfaatkan lahan untuk digunakan bercocok tanam (Bertani).
Berita Terkait
-
Debat Terakhir Pilkada, Ridwan Kamil Ungkap Akar Permasalahan di Jakarta
-
Ungkit Agenda Terselubung WHO di Debat Pilkada, Dharma Pongrekun: Ada Potensi Bio Weapon Ciptakan Pandemi
-
Pramono Janjikan Akses Air Bersih 100 Persen Tahun 2029
-
Debat Terakhir Pilkada Jakarta: Pramono Akui Masih Banyak Warga Tak Pernah Lihat Matahari, Kok Bisa?
-
Blusukan Selama 2 Bulan, Pramono Anung-Rano Karno Sebut Ada 445 RW Kampung Kumuh di Jakarta
Tag
Terpopuler
- Tersandung Skandal Wanita Simpanan Vanessa Nabila, Ahmad Luthfi Kenang Wasiat Mendiang Istri
- Gibran Tinjau Makan Gratis di SMAN 70, Dokter Tifa Sebut Salah Sasaran : Itu Anak Orang Elit
- Kini Rekening Ivan Sugianto Diblokir PPATK, Sahroni: Selain Kelakuan Buruk, Dia juga Cari Uang Diduga Ilegal
- Dibongkar Ahmad Sahroni, Ini Deretan 'Dosa' Ivan Sugianto sampai Rekening Diblokir PPATK
- Pernampakan Mobil Mewah Milik Ahmad Luthfi yang Dikendarai Vanessa Nabila, Pajaknya Tak Dibayar?
Pilihan
-
Patut Dicontoh! Ini Respon Eliano Reijnders Usai Kembali Terdepak dari Timnas Indonesia
-
Ada Korban Jiwa dari Konflik Tambang di Paser, JATAM Kaltim: Merusak Kehidupan!
-
Pemerintah Nekat Naikkan Pajak saat Gelombang PHK Masih Menggila
-
Dugaan Pelanggaran Pemilu, Bawaslu Pantau Interaksi Basri Rase dengan ASN
-
Kuasa Hukum Tuding Kejanggalan, Kasus Cek Kosong Hasanuddin Mas'ud Dibawa ke Tingkat Nasional
Terkini
-
Pemkab Bogor Jadi Panggung Kejurnas Kungfu Tradisional, Lahirkan Juara Masa Depan!
-
Pemkab Bogor Borong Penghargaan di Hari Pangan Sedunia
-
Program Samisade Dijadikan Alat Politik, Pemkab Bogor Tegas Lakukan Hal Ini
-
Profesor Luluk: Wisata Pekarangan Atang, Potensi Baru Ekonomi Indonesia
-
Reformasi Birokrasi di Bogor, Atang-Annida Dorong ASN Profesional