Scroll untuk membaca artikel
Fabiola Febrinastri | Restu Fadilah
Kamis, 27 April 2023 | 19:00 WIB
Direktur Utama BRI, Sunarso. (Dok: Bank BRI)

SuaraBogor.id - Di tengah kondisi perekonomian global yang mengalami perlambatan karena gejolak keuangan, terutama setelah kegagalan beberapa bank di Amerika Serikat, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI berhasil mengawali tahun 2023 dengan melanjutkan kinerja cemerlang. Di tengah gejolak perekonomian global, hingga akhir kuartal I tahun 2023 BRI mampu mencatatkan laba secara konsolidasian (BRI Group) sebesar Rp15,56 triliun atau tumbuh 27,37% year on year (yoy). Adapun asset BRI Group tumbuh 10,46% yoy menjadi Rp1.822,97 triliun.

Terkait dengan pencapaian tersebut, Direktur Utama BRI, Sunarso mengungkapkan, di tengah gejolak perekonomian global tersebut, pada 3 bulan pertama di tahun 2023, BRI dapat melanjutkan kinerja positifnya. Hal tersebut tak lepas dari komitmen BRI untuk tetap tumbuh secara berkelanjutan dengan fokus di segmen UMKM yang telah menjadi pondasi pertumbuhan bisnis perusahaan selama lebih dari 127 tahun.

Dari sisi penyaluran kredit, seluruh segmen kredit BRI tercatat tumbuh positif, dengan kontributor utama di segmen mikro yang tumbuh 11,18%, sehingga total kredit dan pembiayaan BRI Group menjadi sebesar Rp1.180,12 triliun.

“Khusus untuk segmen UMKM porsinya telah mencapai 83,86% dari total kredit BRI atau setara dengan Rp989,64 triliun”, jelasnya.

Baca Juga: Jadi Mitra UMi BRI, Nasabah Bisa Terlepas dari Rentenir

Kemampuan BRI dalam menyalurkan kredit diimbangi dengan pengelolaan manajemen risiko yang prudent. Hal tersebut tercermin dari rasio NPL pada akhir kuartal I 2023 sebesar 2,86% atau membaik apabila dibandingkan dengan NPL pada periode yang sama tahun lalu sebesar 3,09%. Hal tersebut membuat credit cost BRI membaik, dari semula 2,78% pada kuartal I 2022 menjadi 2,39% di akhir kuartal I 2023.

"Meskipun kualitas kredit membaik, BRI tetap menyediakan pencadangan yang memadai dengan NPL Coverage mencapai 282,49%. Hal ini merupakan langkah antisipatif dan upaya mitigasi risiko menghadapi ketidakpastian perekonomian global, kenaikan inflasi dan suku bunga, dan perlambatan ekonomi dunia," kata Sunarso.

Selanjutnya, dari sisi pendanaan, BRI mampu menghimpun DPK sebesar Rp1.255,45 triliun atau tumbuh double digit sebesar 11,45% yoy dengan penopang utama pertumbuhan dana murah atau CASA yang tumbuh 13,01% yoy menjadi Rp810,09 triliun. Fokus BRI mengakselerasi kemampuan dalam menghimpun dana murah tersebut membuat rasio CASA meningkat menjadi 64,53%, angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yakni sebesar 63,63%.

“Peningkatan CASA tersebut didukung oleh strategi BRI dalam meningkatkan transaksi nasabah di segmen mikro, ritel maupun wholesale,” ujar Sunarso.

Pada segmen mikro dan ritel, penghimpunan CASA diantaranya didukung oleh optimalisasi transaksi melalui AgenBRILink, Super Apps BRImo, dan digital payment platform (BRI API). Sementara di segmen wholesale penghimpunan CASA dioptimalkan melalui pengembangan platform digital payment terintegrasi yang kami namakan Qlola. Platform Qlola tersebut menyediakan akses menyeluruh terhadap layanan wholesale banking BRI seperti layanan Cash Management, Trade Finance, Supply Chain Management, Foreign Exchange, Investment Service, dan Financial Dashboard. Di samping itu, kontributor lain yang menjadi penopang kinerja BRI tersebut yakni pendapatan berbasis komisi atau Fee Based Income (FBI) yang tumbuh 11,45% yoy atau mencapai senilai Rp5,08 triliun.

Baca Juga: Jadi Mitra UMi BRI, Pidawati Bantu Pelaku Usaha Ultra Mikro Lepas dari Jerat Rentenir

“Pencapaian FBI tersebut sejalan dengan peningkatan jumlah Agen BRILink yang per Maret 2023 telah mencapai lebih dari 650 ribu agen dengan total nilai transaksi sebesar Rp325,65 triliun, serta kenaikan jumlah transaksi finansial BRImo yang mencapai 99,07% yoy dengan total nilai transaksi mencapai Rp884 triliun dan jumlah pengguna yang mencapai lebih dari 26,3 juta user pada akhir kuartal I 2023," kata Sunarso.

Sunarso menambahkan, perubahan preferensi nasabah yang semakin gemar dengan transaksi digital, khususnya di segmen mikro & ultra mikro diproyeksikan akan terus berlanjut pada tahun 2023. Selain meningkatkan penetrasi layanan keuangan (financial inclusion) di Indonesia, dengan Hybrid Bank Business Model yang diterapkan BRI akan menghadirkan layanan perbankan yang lebih efektif, efisien, dan terintegrasi sesuai dengan journey literasi digital masyarakat Indonesia.

Dari sisi efisiensi, keberhasilan BRI dalam melakukan efisiensi juga tercermin dari rasio BOPO, CER dan CIR yang membaik dibandingkan periode yang sama tahun lalu. BOPO tercatat 64,47%, semakin baik dibandingkan BOPO pada Kuartal I 2022 sebesar 68,26%. Rasio Cost Efficiency Ratio (CER) juga tercatat semakin membaik dari 45,68% di akhir Kuartal I 2022 menjadi 42,69% di akhir Kuartal I 2023, dan Cost to Income Ratio (CIR) semula 42,23% menjadi 41,83%, yang artinya semakin efisien.

Dengan pertumbuhan bisnis dan profitabilitas yang kuat tersebut, BRI mampu menjaga rasio keuangan pada level yang baik. Loan to Deposit Ratio (LDR) Bank berada pada level 84,94%, menunjukkan kondisi likuiditas masih sangat memadai untuk mendukung pertumbuhan bisnis ke depan. BRI juga mampu menjaga kondisi permodalan yang kuat dengan CAR mencapai 24,98% berada di atas minimum ketentuan regulator yang sebesar 17,5% (setelah memperhitungkan implementasi Basel 3) dan risk appetite perusahaan sebesar 19%.

“Dengan rasio kecukupan modal yang sangat memadai tersebut, BRI mampu mengantisipasi seluruh risiko utama yang terjadi dalam pengelolaan bank baik risiko pasar, risiko kredit maupun risiko operasional serta mendukung pertumbuhan bisnis ke depan secara jangka Panjang," kata Sunarso.

Menutup paparannya, Sunarso mengungkapkan, BRI melihat bahwa perlambatan dan gejolak ekonomi global di tahun 2023 tidak akan berdampak signifikan terhadap perekonomian domestik dengan potensi resesi sebesar 2% di 2023. Keyakinan itu berdasarkan prediksi dari BRI dengan menggunakan metode Markov Switching Dynamic Model (MSDM). Metode ini memperkuat evaluasi dan analisa Bloomberg sebelumnya, serta telah terbukti secara akurat pada kasus terdahulu seperti memproyeksi resesi di Indonesia pada ASEAN Financial Crisis tahun 1998 dan saat pandemi Covid-19 pada 2020 lalu.

Oleh karena itu, Sunarso pun mengungkapkan optimismenya bahwa Indonesia akan mampu bertahan dari ancaman risiko resesi.

“Sehingga prospek dan kinerja industri perbankan khususnya BRI juga akan lebih baik di tahun 2023, dengan kredit BRI kami proyeksikan mampu tumbuh di level 10-12% dan didukung oleh pertumbuhan pada segmen UMKM khususnya Mikro dan Ultra Mikro”, pungkasnya.

Load More