Meski saat ini dampaknya belum terlalu terasa, lanjut Rokhis, risiko turunnya permukaan tanah jelas membawa kerugian besar.
"Kerugian ini terjadi baik dari sisi sosial maupun ekonomi bagi negara kepulauan seperti Indonesia,” imbuhnya.
Berdasarkan citra satelit, Rokhis menyebut penurunan permukaan tanah di DKI Jakarta antara 0.1-8 cm per tahun.
Di Cirebon, penurunan 0.3-4 cm per tahun, Pekalongan 2.1-11 cm per tahun, Semarang 0.9 – 6 cm per tahun, dan Surabaya 0.3 – 4.3 cm per tahun .
Baca Juga:Dua RT di Desa Api-api PPU Terendam Banjir, Begini Kondisinya
"Pekalongan mengalami penurunan muka tanah yang paling tajam, karena kondisi geologi daerahbya yang merupakan tanah lunak," beber Rokhis.
Menurut Dia, perlu dilakukan monitoring terhadap penurunan tanah dan laju perubahan garis pantai akibat perubahan ketinggian air laut.
Keterangan senada disampaikan Peneliti Ahli Utama BRIN, Prof. Eddy Hermawan.
Eddy mengakui penurunan permukaan tanah di pesisir utara Pulau Jawa lebih mengkhawatirkan dibanding di selatan.
“Cirebon, Pekalongan, Semarang, dan Surabaya adalah kota-kota pesisir utara Jawa yang paling rawan terhadap penurunan tanah ekstrim hingga tahun 2050," tukasnya.
Baca Juga:Bersiap Hadapi Perubahan Iklim, Uni Eropa Bantu Afrika Redam Pandemi
Menurut Eddy, kondisinini diperparah dengan banyaknya aktivitas pembangunan infrastruktur jalan dan perekonomian yang dipusatkan di utara Jawa.