“Kan dulu ada pasukan yang namanya PETA, KNIL dan lain-lain. Setelah merdeka, mereka ini ditata untuk masuk dalam TKR. Tapi banyak yang tidak mengurus administrasinya,”
Satu-satunya saluran informasi di masa itu adalah radio kayu setinggi hampir 50 centimeter. Karena harganya yang sangat mahal. Radio hanya dimiliki sebagian kecil masyarakat.
Seluruh Informasi yang diterima masyarakat, termasuk peristiwa G30SPKI hanya dapat diakses melalui radio.
Baba mendapat kabar tentang peristiwa G30SPKI dari radio, beberapa hari setelah kejadian.
Baca Juga:Cerita Detik-detik Letnan MT Haryono Dibunuh saat G30SPKI, dari Mimpi Ditusuk Tombak
Kabar yang Dia dengar berupa laporan dari Jenderal A.H. Nasution tentang pemakaman 7 jenderal yang dibunuh dalam pemberontakan dilakukan PKI.
Dari siaran Jenderal A.H. Nasution, diketahui bahwa ketujuh jenderal yang dibunuh, ditemukan terkubur dalam sebuah lubang di daerah Pondok Gede.
Lubang penemuan 7 jasad jenderal, kini dikenal sebagai Lubang Buaya.
Setelah ditemukan, jasad mereka akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, Kalibata, Jakarta Selatan.
Baba mendengar info ini beramai-ramai dengan warga yang lain di rumah satu-satunya tetangga yang memiliki radio saat itu, Bani.
Baca Juga:Tanah dan Bangunan Terpidana Korupsi Proyek Hambalang di Jakarta Dilelang KPK
Sebelum disiarkan di radio, sudah ada desas-desus di masyarakat tentang usaha PKI merebut kekuasaan secara paksa di malam G30SPKI.
Namun karena akses informasi yang terbatas, masyarakat tidak dapat memastikan kebenaran desas-desus yang beredar.
Akibatnya, banyak warga yang bingung dan gelisah. Mereka takut perang akan kembali pecah di Indonesia.
Kegelisahan warga makin menjadi karena tidak kunjung ada penjelasan dari Presiden Soekarno terkait situasi nasional yang termutakhir.
“Kalau Bung Karno udah ngomong biasanya warga tenang, tapi waktu itu gak ada. Sampai warga bertanya-tanya, ‘ini pemimpin kita kemana?”
Peristiwa G30SPKI menjadi tonggak sejarah yang menandakan peralihan rezim pemerintahan dari orde lama di bawah pimpinan Presiden Soekarno ke orde baru di bawah Presiden Soeharto.