SuaraBogor.id - Berikut ini cara meredam merah dalam Islam. Khususnya dengan menanamkan ilmu dan amal. Hal itu dipaparkan Imam Al Ghazali.
Dikutip dari AyoIndonesia, Imam Al Ghazali menulis tips yang dapat menjadi panduan bagi orang yang sedang marah dan naik pitam agar tidak berbuah kenekatan dan tentunya berakhir dengan penyesalan.
Peredam angkara murka dan api kemarahan tidak lain adalah ilmu dan amal tertentu.
Menurut Imam Al Ghazali, ilmu dan amal dapat mengatasi api kemarahan yang sedang bergolak dalam sanubari seseorang.
Baca Juga:Heboh, Spanduk Ketua KPK Firli Bahuri Maju di Pilpres 2024 Muncul di Bogor
Ilmu dan amal tertentu, semacam terapi kejiwaan, dapat memadamkan api kemarahan yang sedang menyala di hati.
Berikut cara meredam marah dalam Islam.
1. Mengingat kembali Al Quran dan hadis perihal keutamaan menahan marah. Keinginan pada keutamaan ganjaran menahan marah, memaafkan kesalahan orang lain, menerima kekurangan orang lain diharapkan dapat mencegahnya untuk melampiaskan kemarahannya.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah dibuat naik pitam oleh salah seorang warganya. Ia kemudian meminta ajudannya untuk memukul warga pembuat ulah tersebut. Namun warga itu justru membaca Surat Ali Imran ayat 134 yang berisi sifat-sifat orang bertakwa, salah satunya mereka yang menahan marah. Ia kemudian menahan ajudannya, “Tahan, Biarkan dia.”
2. Menakuti diri dengan murka Allah dengan mengatakan dalam hati, “Kuasa Allah padaku lebih besar daripada kuasaku pada orang tersebut (membuat ulah). Kalau kulampiaskan kemarahanku padanya, aku khawatir Allah menimpakan murka-Nya padaku. Sedangkan aku lebih membutuhkan ampunan-Nya.”
Baca Juga:Cara Mendapat Rezeki Melimpah dan Berkah dalam Islam, Lakukan 6 Hal Ini, Insya Allah Dimudahkan
Dalam kitab-kitab suci terdahulu Allah berfirman, “Anak Adam, ingatlah Aku saat kau marah, maka Aku akan mengingatmu saat Kumurka.”
3. Mengingatkan diri pada dampak permusuhan dan konflik berkepanjangan di dunia sekiranya dirinya tidak takut pada akhirat.
4. Merenungkan keburukan rupanya saat marah. Manusia yang melampiaskan kemarahannya akan berubah menjadi bentuk lain, yaitu anjing liar dan binatang buas lainnya. Sedangkan manusia yang dapat mengelola kemarahannya menjadi manusia mulia seperti para nabi, para wali, ulama, dan orang bijak lainnya. ia boleh memilih untuk menjadi binatang buas atau makhluk mulia seperti para nabi dan manusia suci lainnya.
5. Menakuti dirinya dengan kemarahan yang menjadi sebab yang mendatangkan siksa Allah. Sementara setan terus melakukan propaganda dan bujukan bahwa kalau tidak marah, orang-orang akan mengecilkan dan menghinakannya. Sedangkan menahan pelampiasan kemarahan harus diniatkan karena Allah. Sedangkan di akhirat kelak orang yang menahan marah akan diseur untuk diberi ganjaran besar, “Siapa di antara kalian yang mengharapkan ganjaran Allah dengan menahan marah? Dipersilakan berdiri!”
6. Mengingatkan diri bahwa murka Allah yang berlaku atas sesuatu berjalan sesuai kehendak-Nya, bukan kehendak dirinya. Bagaimana ia dapat mengatakan, “Kehendakku lebih utama daripada kehendak Allah.” Sedangkan murka Allah lebih besar daripada murkanya.
Adapun amal yang dilakukan berupa doa agar Allah meredakan kemarahan yang menguasai suasana kebatinan seseorang, berwudhu, duduk jika sebelumnya dalam keadaan berdiri atau rebahan jika sebelumnya berada pada posisi duduk.
Demikian cara meredam marah dalam Islam.