“Suami yang menyelamatkan saya, karena belum ada relawan sebanyak ini yang datang waktu itu,” cerita Imas.
Guru bayar seikhlasnya
Imas salah satu guru yang mengajar dengan bayaran seikhlasnya di Diniyah Hasadah, milik tetangga di kampungnya. Ia mengajar siswa kelas dua dan kelas tiga, dengan sekitar 20 murid.
Pada saat gempa terjadi, Imas merasa bersyukur tidak ada anak muridnya yang menjadi korban dan terjebak di reruntuhan gempa. Karena pada hari itu, Senin (21/11) setelah rapat sekolah, wanita lulusan pondok pesantren itu meminta semua muridnya untuk keluar dari ruang belajar.
Baca Juga:Kembali Bertambah, Jumlah Korban Jiwa Gempa Cianjur Jadi 271
Selesai rapat, Imas duduk di lantai ruang Paud yang menerapkan konsep belajar tidak menggunakan meja dan kursi itu. Di tengah istirahatnya, gempa menerjang seperkian detik disusul lampu mati dan bangunan sekolah ambruk.
“Dalam hati bersyukur, untungnya anak-anak sudah saya suruh keluar duluan sebelum gempa terjadi. Jadi tidak ada murid-murid saya yang ketimpa bangunan sekolah,” katanya lirih.
Keselamatan murid-muridnya itu yang membuat hatinya lega, dan menguatkan diri untuk melawan keadaan, berjuang keluar dari reruntuhan.
Tak lama ketika berusaha untuk menggali puing-puing reruntuhan guna mencari jalan keluar dari bangunan sekolah, Imas mendengar suara suaminya memanggil namanya.
Panggilan suami disahut oleh Imas, memberitahukan dirinya baik-baik saja dan sedang berupaya mencari jalan keluar.
Baca Juga:Cerita Dramatis Bocah Azka, Ditemukan Selamat Usai Tiga Hari Tertimbun Reruntuhan Gempa Cianjur
Imas kemudian bergerak menuju cahaya putih yang dilihatnya tadi. Cahaya itu menuntunnya bergerak ke arah dinding belakang bangunan sekolah. Dari luar bangunan tangan suaminya meraih tangan Imas hingga keduanya kembali berkumpul bersama kedua putrinya.