- Semangat Belajar yang Kuat Mengalahkan Keterbatasan Fisik
- Solusi Kreatif Menghasilkan Metode Pembelajaran yang Lebih Efektif
- Keterlibatan Siswa Menjadi Kunci Ketangguhan Komunitas Sekolah
SuaraBogor.id - Di antara puing dan keterbatasan, seringkali lahir ketangguhan yang paling murni. Inilah pemandangan yang tersaji di SMKN 1 Cileungsi, Bogor, Jawa Barat.
Beberapa hari setelah atap sekolah mereka ambruk—sebuah musibah yang seharusnya melumpuhkan kegiatan belajar—para siswa justru menunjukkan spirit yang luar biasa.
Tak ada isak tangis berkepanjangan, tak ada tuntutan libur. Yang ada hanyalah semangat untuk terus belajar, meski harus beralaskan rumput dan beratapkan terpal tenda.
Pihak sekolah memutuskan untuk tidak meliburkan siswa.
Sebaliknya, halaman sekolah yang lapang kini disulap menjadi ruang kelas tanpa dinding. Sebuah solusi darurat yang ternyata membuka babak baru dalam cara mereka menimba ilmu.
Baca Juga:Bukan Libur, Siswa SMKN 1 Cileungsi Justru Belajar di Bawah Tenda, Kepala Sekolah: Anak-Anak Minta
Pada Senin, 15 September 2025, suasana di SMKN 1 Cileungsi jauh dari kata muram. Tiga tenda bantuan dari Kemendikdasmen berdiri tegak, menjadi simbol bahwa pendidikan tak boleh berhenti.
Di bawah salah satu tenda, puluhan siswa duduk rapi. Mata mereka fokus menatap guru yang sedang mengajar di depan papan tulis darurat.
Tas dan botol minum tertata di samping kursi, seolah menegaskan bahwa ini adalah ruang kelas yang sah, sama pentingnya dengan gedung yang kini tak bisa mereka masuki.
Ini bukan sekadar pemandangan, ini adalah pernyataan: bahwa semangat belajar mereka jauh lebih kokoh daripada bangunan sekolah yang rapuh.
Menurut Kepala SMKN 1 Cileungsi, Meisye Yeti, ide belajar di luar ruangan ini justru disambut, bahkan diminta oleh para siswa sendiri.
Baca Juga:Detik-Detik Mencekam di Cikeas: Mobil Pelaku Tabrak Lari Dikejar Warga, Berakhir Amuk Massa
Mereka ternyata sudah terbiasa dengan metode pembelajaran yang tidak terpaku di dalam kelas.
"Sudah terbiasa anak-anak, malah anak-anak pada minta kan kita di depan ada stadion mini 'bu stadion mini aja yu' ada yang seperti itu," ungkap Meisye.
Antusiasme ini, kata Meisye, seringkali muncul saat pelajaran yang membutuhkan interaksi dan ekspresi, seperti PKn. Para siswa merasa lebih bebas menyuarakan pendapat dan berekspresi di ruang terbuka.
![Petugas BPBD Kabupaten Bogor menyelamatkan barang siswa yang teringgal di reruntuhan atap bangunan SMKN 1 Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (10/9/2025). [ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/nym]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/09/10/51071-atap-sekolah-smkn-1-cileungsi-bogor-ambruk.jpg)
"Jadi anak-anak sudah terbiasa, apalagi pas pelajaran PKn ada misalkan bagaimana menyuarakan pendapat, 'bu di sini aja nih saya bisa yel yelnya di sini'," lanjutnya, menggambarkan semangat para muridnya.
Bagi Meisye dan para guru, kondisi ini bukan lagi dilihat sebagai musibah semata, melainkan sebuah kesempatan emas.
Ini adalah momen untuk menerapkan pembelajaran kontekstual belajar langsung dari lingkungan dan masalah yang ada di sekitar.
Insiden atap ambruk menjadi studi kasus nyata tentang mitigasi bencana, pentingnya infrastruktur, dan kekuatan gotong royong.
"Sering seperti itu, kita pembelajarannya sih di lingkungan ya supaya anak-anak juga tau apa yang terjadi di lingkungan supaya bisa dijadikan pembelajaran dan solusinya seperti apa," tutupnya.
Kisah dari SMKN 1 Cileungsi adalah pengingat yang kuat. Bahwa di tengah bencana sekalipun, api pengetahuan bisa terus menyala, bahkan lebih terang dari sebelumnya.
Mereka membuktikan bahwa esensi pendidikan bukanlah tentang kemewahan gedung, melainkan tentang ketangguhan semangat dan kemauan untuk terus maju, apapun rintangannya.