Scroll untuk membaca artikel
Andi Ahmad S
Senin, 26 Februari 2024 | 10:07 WIB
Ilustrasi Alergi [Ist]

SuaraBogor.id - Alergi dan gangguan Imunologi menjadi permasalahan sendiri bagi sejumlah pengidapnya. Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Konsultan Alergi Imunologi Eka Hospital Cibubur, dr. Yovita Mulyakusuma, membedah tanda-tanda dan pencegahan dua hal tersebut.

Yovita menjelaskan alergi adalah respons tubuh yang berlebihan terhadap zat asing yang sebenarnya tidak berbahaya. Zat-zat ini disebut alergen dan bisa berupa serbuk sari, bulu hewan, jenis makanan tertentu, obat-obatan, atau bahan kimia.

"Ketika seseorang yang alergi mengalami paparan dengan alergen tertentu, sistem kekebalan tubuhnya akan bereaksi secara berlebihan, dan timbul gejala seperti pilek, bersin-bersin, sesak napas, ruam kulit, bahkan reaksi anafilaksis yang mengancam jiwa," kata dia, Senin (26/2/2024).

Sementara untuk imunologi adalah studi tentang sistem kekebalan tubuh dan merupakan cabang yang sangat penting dari ilmu kedokteran.

Baca Juga: Waspada! Kasus DBD di Kota Bogor Melonjak, 2 Orang Meninggal Dunia

"Sistem kekebalan tubuh berfungsi untuk melindungi kita dari infeksi melalui berbagai lini pertahanan," ujarnya.

Yovita mengatakan gangguan imunologi melibatkan disfungsi dalam sistem kekebalan tubuh. Kondisi di mana sistem kekebalan tubuh secara berlebihan dan keliru mengenali sel tubuhnya sendiri yang sehat sebagai zat asing, sehingga menyerang sel tubuhnya sendiri, disebut autoimun. Contohnya adalah Lupus, Rheumatoid arthritis, Sindrom Sjorgen, Psoriasis, dan masih banyak lagi.

"Di sisi lain, terdapat kondisi imunodefisiensi, di mana sistem kekebalan tubuh lemah atau disfungsi, sehingga membuat individu lebih rentan terhadap infeksi. Contohnya termasuk HIV/AIDS, kanker, imunodefisiensi kongenital, dan lain-lain," tuturn dia.

Penyebab alergi dan gangguan imunologi bervariasi dan seringkali kompleks. Faktor genetik, lingkungan, dan gaya hidup memainkan peran penting dalam perkembangan keduanya.

Seseorang yang memiliki riwayat keluarga alergi atau autoimun, memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami alergi atau autoimun.

Baca Juga: Timbulkan Bau Menyengat dan Banyak Lalat, Warga Minta Ternak Ayam di Gunung Sindur Ditutup

Namun, berbagai hal seperti jenis kelamin, stress, paparan zat kimia, paparan alergen, diet, infeksi dan lain-lain, ikut berperan dalam terjadinya kondisi alergi dan autoimun tersebut.

"Sementara untuk kondisi imunodefisiensi dipengaruhi oleh faktor genetik, mutasi gen, infeksi virus, adanya keganasan, penggunaan obat-obatan imunosupresan, kemoterapi, dan sebagainya," paparnya.

Gejala alergi dapat mencakup gatal-gatal, mata berair, hidung tersumbat, batuk, sesak napas, kelainan kulit, hingga anafilaksis.

Gejala autoimun bervariasi tergantung pada jenis autoimunnya dan seberapa parah kondisinya.

Beberapa gejala yang secara umum didapatkan pada kondisi autoimun diantaranya adalah rasa lelah, sering demam, nyeri sendi, rambut rontok, ruam-ruam di kulit.

"Sedangkan pada kondisi imunodefisiensi, gejalanya berupa terkena infeksi berulang, peningkatan risiko infeksi yang serius, dan penyembuhan yang lambat dari penyakit ringan," tutup dia.

Kontributor : Egi Abdul Mugni

Load More