SuaraBogor.id - Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Bogor, Yantie Rachim, mengungkapkan mimpinya untuk membawa batik Bogor ke tingkat internasional.
Pernyataan tersebut disampaikannya saat peluncuran buku "Menjaga Batik, Merawat Indonesia" karya Sri Ratna Handayani, di Atrium Lantai 2 Botani Square, Kota Bogor, Sabtu (26/4/2025).
"Batik Bogor adalah identitas Kota Bogor. Mimpi saya besar, saya ingin batik Bogor bisa melangkah ke kancah dunia," ujar Yantie Rachim, Senin (28/4/2025).
Ia menekankan bahwa pelestarian batik bukan hanya tentang menjaga tradisi, tetapi juga memperkenalkannya kepada dunia. Karena itu, Yantie terus mendorong para pelaku usaha dan perajin batik di Kota Bogor untuk berinovasi, tanpa meninggalkan nilai-nilai tradisional.
"Pesan saya cuma satu, cintai batik dan jaga kelestariannya," tegasnya.
Yantie berharap batik Bogor tidak hanya menjadi bagian dari identitas lokal, tetapi juga menjadi kebanggaan nasional yang mampu bersaing di tingkat global. Ia juga mengajak warga Kota Bogor untuk aktif mempromosikan batik ke mancanegara.
"Warga Bogor yang bepergian ke luar negeri, baik untuk dinas maupun liburan, saya harap mengenakan batik Bogor. Ini sekaligus memperkenalkan budaya kita kepada dunia," tambahnya.
Sementara itu, Sri Ratna Handayani, penulis buku sekaligus pemilik gerai Handayani Geulis Batik Bogor, menekankan pentingnya generasi muda dalam pelestarian batik.
"Anak muda perlu mengenal lebih dalam proses pembuatan batik. Jika mereka tahu, saya yakin mereka akan lebih menghargai dan mencintai batik," ujarnya.
Baca Juga: Kiai Romdon Rais Syuriah, Abdul Somad Ketua Tanfidziyah PCNU Bogor Periode 2025-2030
Ia juga menyampaikan apresiasinya kepada Yantie Rachim dan Pemerintah Kota Bogor atas dukungan mereka terhadap perkembangan Batik Bogor.
Sebagai informasi, acara peluncuran buku ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan Hari Kartini, yang jatuh pada 21 April. Kegiatan tersebut turut didukung oleh Vivi Nici, Yantie Rachim Signature, dan Yane Ardian Collection, yang berkolaborasi dalam pergelaran fashion show bertema batik.
Buku "Menjaga Batik, Merawat Indonesia" sendiri menjadi refleksi sekaligus ajakan kepada seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama melestarikan batik.
Sebagai bagian dari rangkaian acara, juga digelar lomba puisi bertema Batik Bogor yang diikuti 52 peserta.
Batik
Batik adalah kain Indonesia bergambar yang pembuatannya secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam pada kain itu, kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu yang memiliki kekhasan.
Sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober 2009.
Sejak saat itu, 2 Oktober ditetapkan sebagai Hari Batik Nasional.
Teknik seni kain yang mirip batik dapat ditemukan pada berbagai kebudayaan di dunia seperti di Nigeria, Tiongkok, India, Malaysia, Sri Lanka dan daerah-daerah lain di Indonesia.
Batik pesisir Indonesia dari pulau Jawa memiliki sejarah akulturasi yang panjang, dengan corak beragam yang dipengaruhi oleh berbagai budaya, serta paling berkembang dalam hal pola, teknik, dan kualitas pengerjaan dibandingkan batik dari daerah lain.
Batik telah dianggap oleh masyarakat sebagai ikon budaya penting di Indonesia. Masyarakat Indonesia mengenakan batik sebagai busana kasual dan formal yang dapat digunakan dalam beragam acara.
Di Jawa, kata bathik/batik baru terekam dalam sumber-sumber tertulis pasca masa Hindu-Buddha, yakni dari abad 16 M ke atas.
Satu-satunya istilah yang mungkin berhubungan dengan batik dalam sumber-sumber bahasa Jawa Kuno adalah tulis warna yang diduga setara dengan teknik batik tulis masa kini.
Di luar Jawa, kata batik pertama terekam dalam dokumen pengiriman barang tahun 1641 dari kapal pedagang yang berlayar antara Batavia-Bengkulu.
Istilah batik menjadi lebih banyak diketahui di luar masyarakat Nusantara setelah terbitnya buku The History of Java oleh Thomas Stamford Raffles pada tahun 1817 yang memuat penjelasan proses membatik.
Di masa kolonial Belanda, sumber Belanda menggunakan sejumlah variasi pengejaan seperti mbatik, mbatek, dan batek.
Berita Terkait
-
Kiai Romdon Rais Syuriah, Abdul Somad Ketua Tanfidziyah PCNU Bogor Periode 2025-2030
-
Air Mata Kabomania! Persikabo Makin Merana, Bupati Diminta Turun Tangan
-
Bupati Bogor Rudy Susmanto Terima Penghargaan TNI AD Atas Suksesnya TMMD ke-123
-
Miris! Puluhan Ribu Warga Bogor Menganggur, Pusat Pemerintahan Jadi Sorotan
-
Kabar Baik Warga Batutulis! Pemkot Bogor Siapkan Jurus Jitu Atasi Jalan Ambles
Terpopuler
- Ole Romeny Menolak Absen di Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
- Tanpa Naturalisasi, Jebolan Ajax Amsterdam Bisa Gantikan Ole Romeny di Timnas Indonesia
- Makna Satir Pengibaran Bendera One Piece di HUT RI ke-80, Ini Arti Sebenarnya Jolly Roger Luffy
- Ditemani Kader PSI, Mulyono Teman Kuliah Jokowi Akhirnya Muncul, Akui Bernama Asli Wakidi?
- Jelajah Rasa Nusantara dengan Promo Spesial BRImo di Signature Partner BRI
Pilihan
-
6 Smartwatch Murah untuk Gaji UMR, Pilihan Terbaik Para Perintis 2025
-
3 Film Jadi Simbol Perlawanan Terhadap Negara: Lebih dari Sekadar Hiburan
-
OJK Beberkan Fintech Penyumbang Terbanyak Pengaduan Debt Collector Galak
-
Tarif Trump 19% Berlaku 7 Agustus, RI & Thailand Kena 'Diskon' Sama, Singapura Paling Murah!
-
Pemerintah Dunia dan Tenryuubito: Antagonis One Piece yang Pungut Pajak Seenaknya
Terkini
-
Dari Sembako ke Gizi Anak, UMKM Aiko Maju Dapat Dukungan BRI Sukseskan Program MBG
-
Nggak Perlu Jauh-Jauh! 6 Tempat Nongkrong Romantis di Cibinong Ini Bikin Hubungan Makin Lengket
-
Liburan Sambil Belajar, Ini 5 Rekomendasi Wisata Edukasi di Bogor untuk Anak 4-10 Tahun
-
Gebrakan Jumling Pemkab Bogor: 6 Pejabat Top Serentak Blusukan ke Masjid Tiap Pekan, Ini Tujuannya
-
Biar Jujur dan Tak Berbohong, Bawaslu Tanam Pohon Manggis Antikorupsi di Bogor