Andi Ahmad S
Kamis, 10 Juli 2025 | 15:25 WIB
Ilustrasi Gedung KPK soal Korupsi di Kemenaker [Suara.com]

SuaraBogor.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengurai benang kusut kasus korupsi di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).

Dalam perkembangan terbaru, tim penyidik kembali menyita tujuh aset senilai Rp4,9 miliar dari para tersangka.

Total aset yang telah diamankan dalam skandal ini kini mencapai lebih dari Rp11,4 miliar.

Kasus ini berpusat pada dugaan pemerasan dalam pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), sebuah praktik lancung yang diduga telah mengakar kuat dan merugikan negara serta iklim investasi.

"Pada hari Rabu (9/7), turut disita aset dari para tersangka pada perkara dugaan pemerasan di Kemenaker," kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo dilansir dari Antara, Kamis 10 Juli 2025.

Penyitaan ini merupakan gelombang kedua dalam sepekan, menunjukkan keseriusan KPK dalam menelusuri aliran dana haram tersebut. Sebelumnya, pada Selasa (8/7), KPK juga telah menyita sepuluh aset senilai Rp6,5 miliar.

Harta Hasil Kejahatan:

Dari Ruko di Jakarta hingga Sawah di Cianjur

Aset yang disita KPK tersebar di berbagai lokasi dan jenis properti, mengindikasikan upaya para tersangka untuk menyamarkan hasil kejahatan mereka. Rincian sitaan terbaru meliputi:

Baca Juga: Rotasi Kadishub Tak Hentikan Kasus Korupsi PJU Cianjur, Kejari Pastikan Penyidikan Lanjut

  • Dua unit ruko di Jakarta senilai Rp1,2 miliar.
  • Satu unit rumah di Jakarta Selatan senilai Rp2,5 miliar.
  • Satu unit rumah di Depok, Jawa Barat senilai Rp200 juta.
  • Satu bidang sawah di Cianjur, Jawa Barat senilai Rp200 juta.
  • Dua bidang tanah kosong di Bekasi, Jawa Barat senilai Rp800 juta.

Aset-aset ini menambah daftar panjang properti sitaan sebelumnya yang mencakup rumah, kontrakan, hingga kos-kosan di Depok dan Bekasi.

Praktik Lancung Sejak Era Tiga Menteri?

Fakta paling mencengangkan yang diungkap KPK adalah durasi praktik korupsi ini. Menurut penyidik, modus pemerasan RPTKA ini diduga telah berlangsung masif dan sistematis sejak era kepemimpinan Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2009–2014).

Praktik ini kemudian diduga berlanjut pada periode Menteri Hanif Dhakiri (2014–2019) dan Ida Fauziyah (2019–2024), di mana para tersangka berhasil mengumpulkan uang panas sekitar Rp53,7 miliar dari tahun 2019 hingga 2024 saja.

KPK telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus ini, yang sebagian besar merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kemenaker, termasuk Suhartono, Haryanto, dan Wisnu Pramono.

Modus Pemerasan:

Load More