Andi Ahmad S
Kamis, 21 Agustus 2025 | 15:06 WIB
Kapolres Bogor, AKBP Wikha Ardilestanto [Egi/SuaraBogor]

SuaraBogor.id - Sebuah bentrokan maut yang merenggut nyawa seorang warga di Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, ternyata bukanlah insiden semalam.

Di balik tragedi tewasnya WS, warga Kampung Parungsapi, tersimpan sebuah luka lama yang telah mengakar selama 15 tahun.

Dua kampung, Parungsapi dan Peteuy di Desa Kalongsawah, terungkap hidup dalam bayang-bayang status "musuh bebuyutan" yang dipicu oleh masalah yang terdengar sepele: sepak bola.

Fakta mengejutkan ini diungkap oleh Kapolres Bogor, AKBP Wikha Ardilestanto, setelah turun langsung untuk meredam situasi panas pasca-bentrokan.

Apa yang tampak seperti keributan biasa ternyata adalah puncak dari gunung es dendam yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Siapa sangka, rivalitas di lapangan hijau bisa berubah menjadi permusuhan abadi yang memakan korban jiwa.

Kapolres Bogor menjelaskan bahwa berdasarkan keterangan para tokoh masyarakat dan pemuda dari kedua kubu, benih konflik ini ditanam sejak satu setengah dekade lalu.

Sebuah pertandingan sepak bola menjadi pemicu awal gesekan yang tak pernah benar-benar padam.

"Jadi kemarin saya turun langsung, mendengar langsung dari kedua belah pihak. Sejatinya konflik yang ada di wilayah tersebut sudah berlangsung sudah lama, informasi dari tokoh masyarakat hingga tokoh pemuda itu sudah berlangsung 15 tahun," kata AKBP Wikha Ardilestanto, Kamis (21/8/2025).

Baca Juga: Goodbye JPO Paledang! Akses Dekat Stasiun Bogor Ini Resmi Ditutup dan Segera Rata dengan Tanah

Rivalitas ini terus dipupuk oleh gengsi dan sentimen kedaerahan yang sempit, mengubah pertandingan olahraga menjadi ajang pertaruhan harga diri kampung.

Gesekan kecil yang terjadi berulang kali selama belasan tahun akhirnya membentuk persepsi bahwa kedua kampung adalah musuh abadi.

"Kalau cerita awalnya Pertandingan olahraga kemudian menimbulkan gesekan, ternyata itu berlangsung sampai 15 tahun, cukup mendarah daging," jelas Kapolres.

Bara dalam sekam itu kembali menyala tepat pada momen perayaan Hari Kemerdekaan, 17 Agustus 2025.

Konflik pecah setelah beberapa warga Kampung Parungsapi mendapat intimidasi saat melintasi wilayah Kampung Peteuy.

Ejekan verbal yang dilontarkan tak berhenti di situ, tetapi berlanjut dengan pelemparan batu.

Merasa harga dirinya diinjak-injak, warga Kampung Parungsapi tidak terima. Kabar intimidasi menyebar cepat dan memicu amarah kolektif.

Tanpa pikir panjang, mereka mengorganisir diri dan melakukan serangan balasan ke Kampung Peteuy.

Bentrokan besar pun tak terhindarkan. Di tengah amuk massa yang brutal, seorang warga Parungsapi berinisial WS menjadi korban.

Ia tewas secara mengenaskan setelah menerima tusukan senjata tajam jenis parang. Perayaan kemerdekaan pun berubah menjadi hari berkabung.

Menyikapi insiden berdarah ini, Polres Bogor bergerak cepat. Mediasi yang mempertemukan para tokoh penting dari kedua kampung segera digelar untuk mendinginkan kepala yang panas dan mencegah pertumpahan darah lebih lanjut. Sebuah kesepakatan damai pun berhasil dicapai di atas kertas.

Meski demikian, Kapolres mengakui bahwa mendamaikan dendam 15 tahun tidaklah mudah.

Potensi konflik susulan masih sangat besar, terutama jika ada pihak-pihak yang sengaja memprovokasi melalui kabar bohong atau hoaks.

"Potensi-potensi (konflik) itu pasti ada, kemarin kita sudah membuat kesepakatan kita sudah mempertemukan kedua belah pihak bahwa ke depan kita harus menjaga situasi kamtibmas agar aman terkendali, jangan percaya dengan berita hoaks yang muncul memanas-manasi," tutup AKBP Wikha.

Kontributor : Egi Abdul Mugni

Load More