Andi Ahmad S
Jum'at, 26 September 2025 | 15:41 WIB
Logo PBB . [ANTARA]
Baca 10 detik
  • PBB menolak ambang batas parlemen tinggi sebagai perjuangan nyata demi representasi kaum marginal dan minoritas.

  • Ketua Umum PBB, Gugum Ridho Putra, menilai threshold tinggi merugikan seluruh masyarakat dan menciptakan ketidakadilan elektoral.

  • Partai kecil, seperti PBB, diklaim lebih dipercaya kaum marginal untuk menyalurkan aspirasi dan melawan segala bentuk ketidakadilan.

Menurutnya, kehadiran seluruh anggota legislatif adalah wujud nyata konsolidasi partai dalam memperkuat komitmen kebangsaan.
Gugum juga mengajak seluruh kader untuk membangun kekuatan mandiri dengan dilandasi niat tulus dan komitmen berkorban untuk negeri.

"Masyarakat kecil lebih nyaman mengadu kepada partai-partai minoritas yang konsisten memperjuangkan hak mereka. Karena itu, legislator PBB harus hadir sebagai penyambung lidah rakyat," kata dia, menegaskan peran krusial para wakil rakyat di daerah.

PBB sendiri merupakan salah satu partai politik non-parlemen yang tergabung dalam Sekretariat Bersama Gerakan Kedaulatan Suara Rakyat.

Aliansi ini, yang juga diisi oleh Partai Hanura, Partai Buruh, Perindo, PKN, Prima, PPP, Partai Berkarya, dan Partai Ummat, dibentuk dengan salah satu tujuan utamanya adalah mengawal proses hukum pengaturan ulang parliamentary threshold untuk mendapatkan kursi di DPR RI.

Gerakan ini mendapatkan angin segar setelah Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023 memerintahkan pembentuk undang-undang untuk mengatur ulang ambang batas parlemen.

Sebelumnya, ambang batas ditetapkan empat persen dari jumlah suara sah nasional. MK menyatakan Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya, sepanjang telah dilakukan perubahan. Artinya, legislatif wajib merevisi aturan ini demi keadilan elektoral yang lebih baik.

Load More