-
KDM menutup tambang demi keselamatan warga dan infrastruktur, walau memicu protes dari pihak berkepentingan ekonomi.
-
Keputusan penutupan didasarkan data tragis 115 korban jiwa dan kerusakan infrastruktur akibat aktivitas tambang tak terkontrol.
-
Gubernur menuntut akuntabilitas pengusaha tambang terkait kerusakan dan tantangan biaya Rp1,2 triliun untuk jalan khusus.
KDM mengungkap fakta tragis yang menjadi dasar keputusannya.
"Yang pertama begini bahwa yang meninggal sudah hampir 115 orang, yang luka lebih dari 150 orang, infrastruktur rusak," ungkapnya.
Data ini bukan sekadar statistik, melainkan cerminan dari penderitaan dan kerugian besar yang telah ditimbulkan oleh aktivitas tambang yang tidak terkontrol, termasuk jalan-jalan rusak, kecelakaan lalu lintas, dan dampak kesehatan jangka panjang bagi warga sekitar.
4. Pertanyaan Retoris: "Kenapa Saat Ada Korban, Tidak Ada yang Demo?"
Gubernur KDM secara retoris menyoroti inkonsistensi respons publik terhadap masalah tambang.
"Kenapa pada waktu ada yang meninggal, infrastruktur rusak ga ada yang demo?," tanyanya.
Pertanyaan ini menohok dan mempertanyakan motif sebenarnya di balik protes yang muncul baru setelah penutupan tambang dilakukan, alih-alih ketika nyawa manusia melayang atau infrastruktur hancur.
Ini menjadi pengingat bahwa harga kemanusiaan jauh lebih mahal dari keuntungan ekonomi sesaat.
5. Tantangan Rp1,2 Triliun untuk Jalan Khusus Tambang dan Tuntutan Akuntabilitas Pengusaha
Baca Juga: 'Perang' Dedi Mulyadi Lawan Raksasa Tambang di Bogor: Korban Jiwa dan Infrastruktur Harga Mati
KDM juga menyinggung wacana pembangunan jalan khusus tambang sebagai solusi jangka panjang, namun dengan tantangan biaya yang fantastis, mencapai Rp1,2 triliun.
Ia menegaskan perlunya perhitungan matang dan menuntut komitmen finansial dari para pengusaha tambang.
"Nanti saya tanya penambangnya, mau bangun jalur khusus tambang atau tidak? Karena apa, kalau bangun jalur khusus tambang dengan dana APBD 1,2 triliun, pendapatan dari tambang berapa? Kan harus dihitung seperti itu," tegas KDM.
Ini adalah seruan untuk akuntabilitas, bahwa keuntungan besar harus sebanding dengan tanggung jawab sosial dan investasi pada infrastruktur yang melindungi kepentingan publik.
Berita Terkait
-
'Perang' Dedi Mulyadi Lawan Raksasa Tambang di Bogor: Korban Jiwa dan Infrastruktur Harga Mati
-
Perintah Keras Dedi Mulyadi: Bersihkan Got, Masa Depan Paris Van Java di Ujung Sumbatan Drainase
-
Tutup Tambang di Bogor, Dedi Mulyadi Tantang Balik: Kenapa Dulu 115 Orang Meninggal Tak Ada Demo?
-
Siapa Abdullah Fikri Muzaki? Sosok Energi Baru yang Gegerkan Pemuda Kemang
-
Pesan Kunci Prabowo: Merajut Politik Dewasa dan Kerja Sama Lintas Partai Demi Kemajuan Bangsa
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Sekelas Honda Jazz untuk Mahasiswa yang Lebih Murah
- 7 Rekomendasi Body Lotion dengan SPF 50 untuk Usia 40 Tahun ke Atas
- 26 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 13 November: Klaim Ribuan Gems dan FootyVerse 111-113
- 5 Pilihan Bedak Padat Wardah untuk Samarkan Garis Halus Usia 40-an, Harga Terjangkau
- 5 Rekomendasi Sepatu Lokal Senyaman New Balance untuk Jalan Kaki Jauh
Pilihan
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
-
Rolas Sitinjak: Kriminalisasi Busuk dalam Kasus Tambang Ilegal PT Position, Polisi Pun Jadi Korban
-
Menkeu Purbaya Ungkap Ada K/L yang Balikin Duit Rp3,5 T Gara-Gara Tak Sanggup Belanja!
-
Vinfast Serius Garap Pasar Indonesia, Ini Strategi di Tengah Gempuran Mobil China
Terkini
-
Debut Kapten Timnas U-22 Ivar Jenner: Indonesia Dipermalukan Mali 0-3 di Stadion Pakansari
-
Gus Ipul Ungkap Satu Faktor Kunci Keberhasilan Program Kesejahteraan
-
Bentuk Raperda Baru, DPRD Kota Bogor Dukung Capaian RPJMD 2025 - 2030
-
Rudy Susmanto Lantik Ribuan PPPK: Momen Haru Suradi, Penjaga Sekolah yang 20 Tahun Berjuang
-
Bukan Sehat, Puluhan Siswa di Bogor 'Tumbang' Usai Santap Makanan Bergizi Gratis