Andi Ahmad S
Jum'at, 05 Desember 2025 | 23:20 WIB
Siswa membagikan menu Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk dibagikan ke kelas masing-masinh di SMPN 1 Tamansari, Bogor, Jawa Barat, Selasa (16/12/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]
Baca 10 detik
  • Pemerintah bekerja sama dengan Persagi untuk memenuhi kebutuhan tenaga ahli gizi di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi guna memastikan kelancaran operasional program Makan Bergizi Gratis di seluruh wilayah pelosok Indonesia.

  • Persagi siap mengerahkan ribuan anggotanya untuk mengisi kelangkaan tenaga ahli gizi, sementara pemerintah berkomitmen memberikan status pegawai negeri sipil bagi mereka yang bertugas di dapur-dapur pengelola program tersebut.

  • Selain pemenuhan tenaga ahli, percepatan sertifikasi laik higiene sanitasi terus dilakukan terhadap ribuan satuan pelayanan agar standar keamanan pangan terpenuhi demi kesuksesan implementasi program nasional Makan Bergizi Gratis.

SuaraBogor.id - Pelaksanaan program strategis nasional Makan Bergizi Gratis (MBG) menghadapi tantangan serius di lapangan. Ribuan dapur atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang telah dibangun terancam tidak bisa beroperasi optimal.

Alasannya bukan karena kurang bahan baku, melainkan kelangkaan tenaga profesional yang menjadi "nyawa" dari program ini Ahli Gizi.

Merespons kondisi darurat ini, Tim Koordinasi Lintas Kementerian/Lembaga bersama Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Ahli Gizi (DPP Persagi) bergerak cepat.

Mereka tengah mematangkan skema untuk menyebar puluhan ribu ahli gizi ke seluruh pelosok tanah air. Bagi Kawan Muda lulusan jurusan gizi, ini adalah panggilan negara sekaligus peluang karir yang menjanjikan.

Ketua Pelaksana Harian Tim Koordinasi, Nanik Sudaryati Deyang, tidak menampik adanya hambatan operasional di lapangan. Ia menegaskan bahwa keberadaan ahli gizi adalah syarat mutlak yang tidak bisa ditawar demi keamanan pangan siswa.

“Saat ini di lapangan terjadi kelangkaan ahli gizi. Akibatnya, banyak dapur MBG tidak bisa beroperasi karena salah satu syarat utama operasional SPPG adalah harus memiliki ahli gizi. Jadi saya berharap Persagi bisa membantu mengatasi persoalan ini,” kata Nanik, dilansir Kamis (4/12/2025).

Pernyataan ini menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah membutuhkan injeksi tenaga profesional dalam jumlah besar dan segera.

Menjawab tantangan tersebut, Ketua Umum DPD Persagi, Doddy Izwardy, menyatakan kesiapannya. Organisasi profesi ini memiliki basis data anggota yang sangat besar dan siap dimobilisasi.

“Anggota kami ada 53 ribu orang di seluruh Indonesia. Mereka terdiri dari lulusan D3. D4, Profesi, S1, S2, dan S3. Kami nanti mohon informasi di mana saja yang masih membutuhkan tenaga ahli gizi, lalu kami mohon dibantu untuk pengurusan status mereka nanti di SPPG-SPPG itu,” ujar Doddy.

Baca Juga: Pesan Menohok BGN: Bagaimana Program Sukses Kalau Sesama Pengelola Dapur Malah Dendam?

Data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mendukung potensi ini. Selain 34.048 ahli gizi yang sudah eksisting, terdapat potensi tenaga dari lulusan baru tahun 2024 yang mencapai lebih dari 14.000 orang dari berbagai jenjang pendidikan, baik dari perguruan tinggi umum maupun Poltekkes Kemenkes.

Kabar yang paling ditunggu-tunggu oleh Gen Z dan Milenial tentu soal kejelasan status kerja. Nanik memberikan angin segar bagi para ahli gizi yang bersedia ditempatkan di dapur-dapur MBG. BGN bersama Kemenkes akan membahas alokasi ini secara serius, bahkan memastikan jalur kepegawaian yang jelas.

“Kami akan membantu prosesnya. Tapi mereka juga harus bekerja di SPPG dengan baik, jangan pindah sana-pindah sini,” tegas Nanik. Pernyataan ini mengindikasikan adanya komitmen pemerintah untuk mengangkat derajat profesi ahli gizi dalam struktur kepegawaian negara.

Selain SDM, aspek legalitas dapur juga masih menjadi PR besar. Direktur Kesehatan Lingkungan Kemenkes, Then Suyanti, melaporkan bahwa dari total 15.107 SPPG yang dibangun, baru sebagian kecil yang mengantongi Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).

Tercatat 449 SPPG bahkan gagal saat tes Inspeksi Kesehatan Lingkungan (IKL). Penyebab kegagalannya beragam:

  • 54% Gagal IKL Bangunan
  • 26% Gagal IKL Peralatan
  • 14% Gagal IKL Penjamah Makanan
  • 6% Gagal IKL Proses Pengolahan

Untuk mempercepat proses, Nanik meminta Kementerian Dalam Negeri agar menginstruksikan Pemda memproses pengajuan SLHS secara manual, mengingat ribuan pengajuan masih terkendala sistem komputerisasi.

Load More