SuaraBogor.id - Meski sama-sama menyerang masalah usur, namun Inflammatory Bowel Disease dan Irritable Bowel Syndrome merupakan dua penyakit yang berbeda.
Inflammatory Bowel Disease (IBD) sendiri penyakit autoimun yang juga dikenal dengan nama peradangan usus kronis.
Sementara Irritable Bowel Syndrome (IBS) merupakan iritasi yang terjadi di bagian usus besar.
IBD ditandai dengan peradangan saluran cerna berulang yang disebabkan respon imun yang abnormal terhadap mikroflora usus.
Baca Juga:Penyebab dan Cara Mengatasi Diare Akut, Diare Persisten dan Diare Kronis
IBD termasuk kelompok penyakit autoimun yang ditandai dengan peradangan pada usus kecil dan besar, di mana elemen sistem pencernaan diserang oleh sistem kekebalan tubuh sendiri.
Dokter spesialis penyakit dalam RSCM-FKUI Prof. Dr. dr. Murdani Abdullah, Sp.PD-KGEH mengatakan, meski sama-sama dapat menyebabkan sakit perut, kram, dan diare, keduanya merupakan dua penyakit yang sangat berbeda.
"IBS masih diklasifikasi sebagai gangguan fungsional dan tidak menimbulkan peradangan, sedangkan IBD sudah diklasifikasi sebagai gangguan organik yang disertai dengan kerusakan pada saluran cerna," jelas konsultan gastroenterologi hepatologi tersebut.
Menurutnya, IBD lebih berbahaya karena dapat menyebabkan peradangan yang merusak dan bersifat permanen pada usus. Bahkan salah satu komplikasi yang terjadi bisa meningkatkan risiko kanker usus besar.
Selain itu, pada dasarnya, IBD terbagi menjadi dua tipe, yaitu Ulcerative Colitis (UC) dan Crohn’s Disease. Bahkan seiring perkembangan medis, terdapat juga tipe yang lain dari IBD, yaitu Colitis Indeterminate (Unclassified).
Baca Juga:Kenali Gejala, Penyebab, dan Cara Mengatasi Diare
Profesor Murdani menjelaskan, pada IBD UC terjadi peradangan dan luka di sepanjang lapisan superfisial usus besar dan rectum. Sehingga pasien IBD sering kali merasa nyeri di bagian kiri bawah perut.
Sedangkan pada IBD Crohn’s Disease (CD), terjadi peradangan hingga lapisan saluran pencernaan yang lebih dalam. Akibatnya sering menyebabkan nyeri di bagian kanan bawah perut namun pendarahan dari rektum cenderung lebih jarang.
Prof. Murdani menambahkan bahwa gejala penyakit radang usus berbeda-beda, tergantung pada tingkat keparahan peradangan dan lokasi terjadinya peradangan.
“Namun pada UC dan CD, keduanya memiliki tanda dan gejala umum yang perlu diwaspadai seperti diare, kelelahan, sakit perut dan kram, nafsu makan berkurang, darah pada feses, dan penurunan berat badan,” jelasnya.
Pada dasarnya, penyebab IBD belum diketahui jelas. Tetapi yang pasti disebabkan oleh gangguan sistem kekebalan tubuh, lanjutnya.
Namun, kesalahan pada diet dan tingkat stress berlebih juga bisa memicu terjadinya IBD. Selain itu, faktor keturunan juga berperan dalam IBD, meskipun jumlah kasusnya sangat sedikit.
Prof Murdani mengingatkan, IBD yang dibiarkan bisa memperparah kondisi pasien akibat komplikasi yang ditimbulkan.
Pada IBD UC, komplikasi yang dialami pasien bisa berupa toxic megalocon atau pembengkakan usus besar yang beracun. Perforated colon atau lubang pada usus besar hingga dehidrasi berat dan meningkatkan risiko Kanker Usus Besar.
Sedangkan pada pasien IBD CD, komplikasi yang terjadi berupa bowel obstruction, malnutrisi, fistulas, dan anal fissure atau robekan pada jaringan anus.