Permukaan Tanah Terus Menurun, Ilmuwan: Perubahan Iklim Makin Nyata

Wakil Ketua Kelompok Kerja I IPCC, Edvin Aldrian menyebut, dampak yang paling terlihat dari perubahan iklim ini berupa kenaikan permukaan laut yang lebih cepat

Andi Ahmad S
Kamis, 16 September 2021 | 20:31 WIB
Permukaan Tanah Terus Menurun, Ilmuwan: Perubahan Iklim Makin Nyata
Moderator dan Pembicara dalam Webinar yang diselenggarakan ID COMM dan BRIN, Kamis (16/9/2021).

SuaraBogor.id - Perubahan iklim makin nyata terjadi di Indonesia. Menurut laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), kawasan Asia Tenggara akan mengalami dampak yang cukup parah.

Wakil Ketua Kelompok Kerja I IPCC, Edvin Aldrian menyebut, dampak yang paling terlihat dari perubahan iklim ini berupa kenaikan permukaan laut yang lebih cepat dibanding daerah lain.

Dampak perubahan iklim ini, kata Dia, diperburuk oleh pergeseran tektonik dan efek surutnya air tanah.

“Proyeksi data menunjukkan permukaan laut regional rata-rata terus meningkat. Ini membuat banjir lebih sering terjadi di derah pantai," ungkap Edvin pada Webinar yang dilaksanakan ID COMM dan BRIN, Kamis (16/9/2021).

Baca Juga:Dua RT di Desa Api-api PPU Terendam Banjir, Begini Kondisinya

Dia menilai, tenggelamnya kota di pesisir utara Pulau Jawa bukan lagi sebuah prediksi. Namun sudah menjadi bahaya yang semakin nyata.

"Ditambah lagi Tingkat Total Ekstrim Air lebih tinggi di daerah dataran rendah dan erosi pantai mulai terjadi di sepanjang pantai berpasir,” tamah Pria yang juga menjabat sebagai Pakar Iklim dan Meteorologi BRIN.

Dia memastikan, kenaikan air laut akibat mencairnya es di kutub bumi dan pemuaian air laut karena pemanasan global.

"Ini yang mengakibatkan penambahan volume air laut, serta meningkatnya intensitas dan frekuensi banjir yang menggenangi wilayah daratan," papar Edvin.

Berbeda dengan Edvin, Peneliti Ahli Utama Bidang Teknologi Penginderaan Jauh BRIN, Rokhis Khomarudin menilai dampak perubahan iklim terhadap pesisir utara Pulau dipicu oleh penurunan permukaan tanah di wilayah tersebut.

Baca Juga:Bersiap Hadapi Perubahan Iklim, Uni Eropa Bantu Afrika Redam Pandemi

“Manusia ikut menjadi faktor penyebab yang signifikan. Konsumsi air tanah yang masif dan tidak terkendali menyebabkan turunnya permukaan tanah," tegas Rokhis.

Meski saat ini dampaknya belum terlalu terasa, lanjut Rokhis, risiko turunnya permukaan tanah jelas membawa kerugian besar.

"Kerugian ini terjadi baik dari sisi sosial maupun ekonomi bagi negara kepulauan seperti Indonesia,” imbuhnya.

Berdasarkan citra satelit, Rokhis menyebut penurunan permukaan tanah di DKI Jakarta antara 0.1-8 cm per tahun.

Di Cirebon, penurunan 0.3-4 cm per tahun, Pekalongan 2.1-11 cm per tahun, Semarang 0.9 – 6 cm per tahun, dan Surabaya 0.3 – 4.3 cm per tahun .

"Pekalongan mengalami penurunan muka tanah yang paling tajam, karena kondisi geologi daerahbya yang merupakan tanah lunak," beber Rokhis.

Menurut Dia, perlu dilakukan monitoring terhadap penurunan tanah dan laju perubahan garis pantai akibat perubahan ketinggian air laut.

Keterangan senada disampaikan Peneliti Ahli Utama BRIN, Prof. Eddy Hermawan.

Eddy mengakui penurunan permukaan tanah di pesisir utara Pulau Jawa lebih mengkhawatirkan dibanding di selatan.

“Cirebon, Pekalongan, Semarang, dan Surabaya adalah kota-kota pesisir utara Jawa yang paling rawan terhadap penurunan tanah ekstrim hingga tahun 2050," tukasnya.

Menurut Eddy, kondisinini diperparah dengan banyaknya aktivitas pembangunan infrastruktur jalan dan perekonomian yang dipusatkan di utara Jawa.

"Ini membuat beban tanah karena bangunan dan penyedotan atas penggunaan air tanah menjadi lebih
intensif dibandingkan dengan wilayah lain," katanya.

Eddy menilai, dibutuhkan upaya mitigasi berupa kebiijakan terkait penggunaan air tanah dan penanaman mangrove.

"Pencegahan perusakan lingkungan harus segera dilakukan,” pungkasnya.

Kontributor : Immawan Zulkarnain

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak