“Sila pertama, mestinya mengajak, apapun perbedaan agama, aliran, dipersatukan semangat ketuhanan yang welas asih, tapi sekarang, banyak orang mengalami artikulasi agama, sehingga melahirkan ekspresi yang keras dan mengarah konflik di akar rumput,” ungkapnya.
Pada sila kedua, adanya pengaruh globalisasi yang makin intens, dapat menjadikan wilayah zona konflik. “Pengaruh dan berbagai kompetisi persaingan ideologi global, serta jaringan terorisme bisa merembes, menjadi sel diam di desa-desa,” ujarnya.
Sila ketiga, Indonesia yang multikultural, mestinya terbiasa mengembangkan sikap hidup merekatkan persatuan, namun seringkali berkembang sikap monokultural, yang lebih mengedepankan sesama kubu saja, suku saja, dan aliran agama tertentu saja.
“Seharusnya, desa dapat menjadi zona yang relatif aman dan tentram, namun penetrasi pengaruh global dapat membuat robekan sosial terjadi,” jelasnya.
Baca Juga:Tuntut Indra Kenz Jadi Tersangka, Korban Binomo Ramai-ramai Geruduk Mabes Polri
Pada sila keempat, globalisasi dapat melahirkan polarisasi masyarakat. “Elitnya sudah berangkulan, tetapi sisa pembenturan masih merembes di desa, ternyata pada pemilu, dapat melahirkan peristiwa perceraian akar rumput, yang dipicu konflik politik,” ujarnya.
Efek globalisasi pada sila kelima, karena kesenjangan sosial, ketidakmerataan pembangunan, dapat melahirkan prasangka, berbagai bentuk kekerasan dan protes serta kecemburuan sosial.
Yudi menyambut baik kerja sama Polri dan LDII untuk membentuk FKPM. Dengan Lembaga itu, masyarakat dan aparat negara dapat membuat titik temu atau common ground, jika robekan sosial tadi merembes ke desa. Dengan FKPM, bisa dibangun jaringan konektivitas, persambungan, silaturrahim, dan gotong-royong.
Ia menilai, LDII memiliki semangat inklusif, bisa membangun konektivitas, menjadi jembatan katalis pertemuan orang yang beda suku, adat, dapat terkoneksi satu sama lain, sekaligus membangun kerangka kerjasama dengan berbagai elemen, sehingga dapat menjadi damai dan harmoni.
Kedua, kesetaraan akses terhadap pendidikan, kesehatan, ketertiban, keamanan, kesejahteraan, permodalan, itu penting. “Seringkali robekan sosial terjadi karena eksklusivitas, dimana apabila akses ekonomi, kesehatan dan pendidikan dikuasai oleh golongan tertentu, akan membuat kecemburuan,” ujarnya.