Partai Gelora Minta Konflik Ukraina-Rusia Jangan Dijadikan Alasan Untuk Tunda Pemilu 2024

Mereka menolak jabatan tiga periode Presiden Joko Widodo, yang turut dikaitkan dengan krisis Ukraina sebagai ide penundaan Pemilu 2024.

Andi Ahmad S
Minggu, 27 Februari 2022 | 19:14 WIB
Partai Gelora Minta Konflik Ukraina-Rusia Jangan Dijadikan Alasan Untuk Tunda Pemilu 2024
Ilustrasi pemilu (Unsplash/5Element)

SuaraBogor.id - Penolakan penundaan Pemilu 2024 semakin kencang dari berbagai tokoh politik, mulai dari Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) hingga politisi PDIP sendiri.

Mereka menolak jabatan tiga periode Presiden Joko Widodo, yang turut dikaitkan dengan krisis Ukraina sebagai ide penundaan Pemilu 2024.

“Saya mengkhawatirkan krisis Ukraina jangan-jangan nanti turunannya akan dipakai untuk melakukan justifikasi terhadap ide-ide liar, menjadi lelucon-lelucon politik baru. Ada pendapat yang mencoba mengkaitkan konflik Rusia-Ukraina sebagai salah satu faktor untuk menunda Pemilu Tahun 2024," kata Sekretaris Jenderal Partai Gelora Indonesia Mahfuz Sidik, mengutip dari Antara.

Menurut dia, pikiran-pikiran tersebut semakin irasional dan tidak mendidik publik. Dia menyadari bahwa konflik Rusia-Ukraina akan berlangsung panjang dan memicu kenaikan harga komoditas. khususnya energi seperti minyak mentah dan gas dunia.

Baca Juga:Roman Abramovich Hengkang, Chelsea Beri Pernyataan Soal Kondisi Ukraina

"Namun ya jangan dijadikan alasan tambahan untuk penundaan Pemilu 2024. Jadi kelihatannya akan banyak pikiran-pikiran baru yang semakin irasional dan ini tidak mendidik publik, harusnya dalam situasi krisis saat ini, kita harus mengedepankan rasionalitas," ujarnya.

Mahfuz menilai konflik Rusia-Ukraina merupakan perang supremasi antar kekuatan global, setelah kegagalan barat dalam menekan China dalam krisis pandemi COVID-19.

Menurut dia, Rusia masih melihat ada ancaman dari tiga negara tetangga di sekitarnya yang dinilai pro barat yaitu Latvia, Lithuania dan Estonia. Karena itu dia menilai setelah Ukraina selesai, bisa saja tiga negara tersebut dianeksasi Rusia.

"Kalau kita lihat, ketika Amerika Serikat menarik pasukan dari Afghanistan, itu bukan ditarik pulang, tapi direlokasi ke Asia Tengah. Bisa saja digunakan untuk kepentingannya di kawasan Rusia, karena secara geopolitik dan geostrategis, Rusia merupakan pintu masuk wilayah barat dan wilayah timur,” katanya.

Mahfuz menilai Rusia tidak akan tunduk pada tekanan barat, meskipun diberikan sanksi ekonomi. Menurut dia, sanksi tersebut justru bisa memicu kenaikan harga minyak dan gas dunia, yang imbasnya juga akan dirasakan Indonesia.

Baca Juga:Wacana Pemilu 2024 Ditunda Atas Desakan Suara Rakyat, AHY: Masyarakat yang Mana?

"Jadi memang ada permainan pertarungan antara kekuatan-kekuatan global yang coba bertarung dari sisi supremasi, setelah pandemi tidak memberikan dampak sistematik kepada China,” ujarnya.

Dia menilai konflik tersebut tanpa disadari telah memicu resesi ekonomi dan inflasi secara global dan juga akan terjadi di Indonesia serta akan menambah tekanan persoalan-persoalan ekonomi di tanah air.

Dia khawatir ketika ada orang membaca situasi global seperti itu lalu dikaitkan dengan situasi ekonomi Indonesia yang juga sedang tidak bagus.

“Mereka akan mengambil keuntungan pragmatis dengan membiarkan negara tidak punya solusi sistemik untuk mengatasi situasi krisis ini," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini