SuaraBogor.id - Seorang nenek 58 tahun yang merupakan warga Kampung Tugu Wates, Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, harus berjuan dalam menuntut keadilan.
Kini nenek berinisial MH itu harus tinggal di balik jeruji besi Lapas Paledang Kota Bogor, Jawa Barat.
Kasus yang dialami nenek itu cukup menarik, dia masuk Lapas Paledang gegara masalah jual beli rumah sendiri dengan teman anaknya yang masih bertetangga.
Kasus ini sekarang masih bergulir di Pengadilan Negeri Kelas I A Bogor memasuki pemeriksaan saksi-saksi, dalam sidang Senin (31/10) lalu.
Baca Juga:Ingin Liburan Tapi Pengen Gratis, Kunjungi 3 Tempat Wisata di Bogor Ini
Saksi yang dihadirkan berasal dari pihak pelapor sebanyak tiga orang, diantaranya Ajun sebagai pelapor, Nurul Ilma, dan Slamet Riyadi.
Dalam sidang yang dipimpin Mardiana, S.H, M.H, sebagai hakim ketua, didampingi Ari Hajairin, S.H,M.H, dan Tiur Mieda, S.H,M.H, keduanya sebagai hakim anggota, ketiga saksi dicecar sejumlah pertanyaan terkait awal mula proses jual beli rumah dan sistem pembayaran yang dilakukan pelapor.
Ajun, saksi pelapor dalam keterangannya di bawah sumpah mengaku dirinya merasa tertipu oleh MH, karena rumah yang dibelinya itu sampai sekarang tak bisa dikuasai.
Padahal Ajun mengaku sudah menyetorkan uang senilai Rp 158 juta dari total Rp 310 juta harga rumah yang disepakati.
“Pembelian rumah dilakukan tahun 2017 lalu, awalnya terlapor menawarkan harga Rp 350 juta tanah dan bangunan dengan luas 135 meter. Karena harga telah disepakati, saya kasih uang jadi sebesar Rp 5 juta kepada terlapor, selanjutnya Rp 5 juta lagi, Rp 12 juta, Rp 35 juta, Rp 50 juta, Rp 45 juta, dan terakhir Rp 3 juta,” ujar Ajun, dalam keterangannya.
Ajun pun mengetahui, saat kesepakatan jual beli lahan berikut rumah MH masih jadi agunan di salah satu bank. Bahkan Ajun mengaku sudah menanyakannya langsung kebank bersama MH dan saksi Nurul Ilma.
“Saat jual beli lahan dan rumah belum bersertifikat tapi masih berupa girik. Nah, sama pihak bank diproseslah permohonan sertifikat ke Kantor Pertanahan Kota Bogor. Ketika sudah jadi sertifikat, saya diberi tahu MH, dengan memperlihatkan foto kopi sertifikat,”jelasnya.
Saat ini, MH, lanjut Ajun meminta uang lagi dengan alasan untuk menebus sertifikat dengan mendatanginya di rumah toko.
“Pada saat itu karena saya tak memiliki uang kas, uang yang diminta MH ditransfer kerekening anaknya bernama Intan, sebab MH tak memiliki rekening sebesar Rp 45 juta, dan disusul Rp 3 juta secara kas,” ungkapnya.
Namun, kata Ajun, ternyata setelah ditunggu cukup lama, sertifikat asli tak kunjung diserahkan kedirinya, karena masih ada di bank belum ditebus.
“Saya sudah menagih ke MH soal sertifikat itu, tapi tak kunjung diberikan. Padahal uang yang sudah saya serahkan ke MH sudah mencapai Rp 158 juta. Jujur saja, saya merasa kena tipu, makanya masalah ini dilaporkan ke kepolisian,” katanya.
Sementara itu, MH dalam sidang daring di Lapas Paledang membantah semua keterangan yang disampaikan saksi.
Bahkan, MH mengaku tak pernah merasa melakukan penipuan. Adapun uang yang diberikan saksi untuk pembayaran rumah sudah dibelikan tanah yang lokasinya beda RW.
“Alasan saya membeli tanah itu agar bisa memiliki rumah lagi, di mana anggaran pembangunannya didapatkan dari sisa pembayaran penjualan rumah dari saksi. Tapi, sayangnya saksi tak kunjung melunasi sisa pembayaran, makanya saya sempat berucap jual beli yang disepakati tahun 2017 lalu dibatalkan,” tegasnya.
Tim Kuasa Hukum MH dari Kantor Hukum Jhon Pieter Simanjuntak dan rekan yang terdiri dari Ricardo Siregar, Daniel Bintang Panggabean, Jeckson Roy Manik, dan Jhoni Purba menyebut, MH tak layak untuk dipidana, apalagi sampai di tahan di Lapas Paledang, sebagai tahanan titipin.
“Kasus ini sebenarnya bukanlah pidana, namun lebih keperdata. Makanya, kami akan allout berjuang untuk membebaskan Ibu MH dari segala tuntutan pidana seperti yang dilaporkan pelapor Pak Ajum,” kata Ricardo Siregar.
Daniel Panggabean.
Sementara itu, Kuasa Hukum Pelapor dari 9 Bintang & Patner, Anggi Triana Ismail mengatakan, berdasarkan KUHAP Jo. UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI yang salah satunya tugasnya didalam hukum acara pidana maka seyogyanya dapat menuntut sebagaimana bukti-bukti yang sudah disiapkan sebagaimana Pasal 184 KUHAP.
"Kami yakin sebelum sidang ini dilaksanakan, barang tentu pasti adanya peristiwa hukum serta hukum sebab akibat. Sehingga aparat penegak hukum (kepolisian & kejaksaan) dapat mempertimbangkan kasus ini dengan sangat matang. Sebagaimana perbuatannya pelaku/terdakwa yang didakwa dugaan pidana penipuan & penggelapan di PN Bogor sebagaimana Pasal 378 & 372 KUHP dengan masing2 pidana penjara 4 tahun," ucapnya.