Sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober 2009.
Sejak saat itu, 2 Oktober ditetapkan sebagai Hari Batik Nasional.
Teknik seni kain yang mirip batik dapat ditemukan pada berbagai kebudayaan di dunia seperti di Nigeria, Tiongkok, India, Malaysia, Sri Lanka dan daerah-daerah lain di Indonesia.
Batik pesisir Indonesia dari pulau Jawa memiliki sejarah akulturasi yang panjang, dengan corak beragam yang dipengaruhi oleh berbagai budaya, serta paling berkembang dalam hal pola, teknik, dan kualitas pengerjaan dibandingkan batik dari daerah lain.
Baca Juga:Kiai Romdon Rais Syuriah, Abdul Somad Ketua Tanfidziyah PCNU Bogor Periode 2025-2030
Batik telah dianggap oleh masyarakat sebagai ikon budaya penting di Indonesia. Masyarakat Indonesia mengenakan batik sebagai busana kasual dan formal yang dapat digunakan dalam beragam acara.
Di Jawa, kata bathik/batik baru terekam dalam sumber-sumber tertulis pasca masa Hindu-Buddha, yakni dari abad 16 M ke atas.
Satu-satunya istilah yang mungkin berhubungan dengan batik dalam sumber-sumber bahasa Jawa Kuno adalah tulis warna yang diduga setara dengan teknik batik tulis masa kini.
Di luar Jawa, kata batik pertama terekam dalam dokumen pengiriman barang tahun 1641 dari kapal pedagang yang berlayar antara Batavia-Bengkulu.
Istilah batik menjadi lebih banyak diketahui di luar masyarakat Nusantara setelah terbitnya buku The History of Java oleh Thomas Stamford Raffles pada tahun 1817 yang memuat penjelasan proses membatik.
Baca Juga:Air Mata Kabomania! Persikabo Makin Merana, Bupati Diminta Turun Tangan
Di masa kolonial Belanda, sumber Belanda menggunakan sejumlah variasi pengejaan seperti mbatik, mbatek, dan batek.