Filosofi di baliknya adalah bahwa pergantian tahun merupakan momen yang sakral.
Manusia diajak untuk merenungkan apa yang telah dilalui selama setahun ke belakang—kesalahan, pencapaian, dan pelajaran hidup—serta memohon petunjuk dan kekuatan untuk menjalani tahun yang akan datang.
Malam ini dianggap sebagai waktu yang "kosong" dan tenang, ideal untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Oleh karena itu, kegembiraan yang berlebihan atau hura-hura dianggap tidak pantas karena dapat mengganggu kekhusyukan dan kesakralan momen tersebut.
Baca Juga:Minum Susu pada 1 Muharram, Apa Makna Spiritualnya?
Tradisi dan Ritual yang Melekat
Berbagai tradisi unik dijalankan untuk menyambut Malam 1 Suro, terutama di pusat kebudayaan Jawa seperti Yogyakarta dan Surakarta.
- Kirab Pusaka dan Tapa Bisu Mubeng Beteng
Tradisi ini menjadi ikon utama Malam 1 Suro, terutama di Keraton Yogyakarta dan Surakarta.
Abdi dalem dan masyarakat berjalan kaki mengelilingi benteng keraton dalam keheningan total.
Baca Juga:30 Ucapan Selamat Tahun Baru Islam 1447 H Penuh Makna dan Doa Harapan
Ritual ini disebut Tapa Bisu, yaitu laku prihatin dengan tidak berbicara.
Tujuannya adalah untuk memusatkan pikiran, berdoa, dan merenung tanpa gangguan.
Sering kali, kirab ini juga membawa pusaka-pusaka keraton yang diyakini memiliki kekuatan magis.
- Jamasan Pusaka
Jamasan adalah ritual membersihkan atau "memandikan" benda-benda pusaka, seperti keris, tombak, kereta kencana, hingga gamelan.
Prosesi ini bukan sekadar pembersihan fisik, tetapi memiliki makna simbolis untuk membersihkan "jiwa" sang pemilik dan masyarakat dari segala hal negatif, sehingga siap memasuki tahun yang baru dengan keadaan suci.