Penelitian Skripsi Mahasiswa IPB Ungkap Sisi Kelam Konflik Tanah: Kisah Kekerasan TPL di Sihaporas

Kasus ini menambah daftar panjang kekerasan dalam sengketa lahan, sekaligus menyoroti kerentanan akademisi di lapangan.

Andi Ahmad S
Selasa, 23 September 2025 | 13:59 WIB
Penelitian Skripsi Mahasiswa IPB Ungkap Sisi Kelam Konflik Tanah: Kisah Kekerasan TPL di Sihaporas
Ilustrasi kekerasan terhadap mahasiswa IPB (Pexels/Mart Production)
Baca 10 detik
  • Penelitian skripsi Feny Siregar berujung kekerasan oleh pekerja TPL
  • Korban kekerasan bertambah, termasuk perempuan dan anak disabilitas
  • Konflik agraria di Sihaporas telah berlangsung turun-temurun, menghancurkan tradisi.

SuaraBogor.id - Konflik agraria yang tak kunjung usai di kawasan Danau Toba kembali memakan korban. Yakni Feny Siregar (21), seorang mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia IPB University Bogor.

Dia (Mahasiswa IPB) itu menjadi korban pemukulan brutal oleh security dan pekerja PT Toba Pulp Lestari (TPL) pada Senin (22/9/2025).

Insiden kekerasan ini terjadi saat Feny sedang melakukan penelitian skripsi mengenai petani di areal konflik agraria dari perspektif gender di tanah adat keturunan Ompu Mamontang Laut, Desa Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.

Kasus ini menambah daftar panjang kekerasan dalam sengketa lahan, sekaligus menyoroti kerentanan akademisi di lapangan.

Baca Juga:Dari IPB ke Istana: Kiprah Farida Farichah, Wakil Menteri Koperasi Pilihan Prabowo Subianto

Feny Siregar, mahasiswa semester IX IPB yang memulai penelitiannya sejak awal September, tergerak untuk mendokumentasikan peristiwa penyerbuan ratusan pekerja PT TPL yang diangkut oleh delapan truk pada Senin siang.

Naluri jurnalistik dan kepeduliannya sebagai mahasiswa membuatnya mengambil foto dan video pemukulan serta penganiayaan yang dilakukan oleh pekerja TPL terhadap warga.

Namun, aksinya itu justru membuatnya menjadi korban kekerasan.

"Saya dikejar-kejar pekerja TPL. Mungkin karena saya mengenalkan jaket kampus IPB," kata Feny, menceritakan detik-detik mencekam di lokasi kejadian dalam pesan yang diterima Suarabogor.id, Selasa 23 September 2025.

Ratusan pekerja PT TPL masuk secara paksa ke wilayah konflik agraria dengan komunitas adat Lamtoras, yang telah mereka huni secara turun-temurun selama 11 generasi.

Baca Juga:Hasil SM IPB 2025 Eligible SNBP dan Skor UTBK Sudah Bisa Diakses, Simak Cara Cek dan Registrasi

Feny sempat bersembunyi di Posko, yang juga merupakan hunian masyarakat adat.

"Saat pekerja TPL memukuli Warga, saya juga dipukul. Mengira saya pihak LSM sebagai provokator padahal saya sudah bilang mahasiswa. Kepala saya kena pukul kayu alat pekerja TPL," kata Feny.

Ia menambahkan, saat pekerja TPL memukulinya, mereka berteriak. "Kau provokator kan. Kau bukan mahasiswa, tapi kau Dari LSM kan'." Feny sempat mencoba melindungi Dimas Ambarita, seorang anak disabilitas berusia 17 tahun, dengan menelungkupkan badan dan kepala ke lantai.

Akibatnya, kepala Feny mengalami bengkak, sementara bagian kepala Dimas juga terluka. Feny, Dimas, dan sejumlah korban lainnya kini menjalani rawat inap di RS Harapan Pematangsiantar.

"Video dan foto yang saya ambil pun disuruh hapus paksa," ungkap Feny kepada wartawan, menunjukkan upaya pembungkaman informasi.

Marihot Ambarita, Sekretaris Umum Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras), menyatakan bahwa terdapat 33 orang korban luka-luka akibat kekejaman pekerja PT TPL.

Di antara korban tersebut, terdapat perempuan dan anak-anak, termasuk Dimas Ambarita yang penyandang disabilitas dengan kesulitan berjalan.

Posko Lamtoras, bangunan kayu tempat Feny dan warga berlindung, dibakar habis oleh pekerja TPL. Feny menduga jaket almamater IPB miliknya yang terlepas, turut hangus terbakar dalam insiden tersebut.

Baren Ambarita, mantan Kepala Desa Sihaporas (2002-2004), mengonfirmasi perlakuan beringas pekerja TPL.

"Pekerja bersenta pentungan kayu, tameng rotan, helm dengan penutup wajah. Mereka beringas memukuli warga masyarakat adat. Saat kami ajak dialog, massa pekerja TPL berteriak, tidak ada lagi dialog. Massa penyerang bergantian. Mereka beringas memukuli semua, perempuan, dan disabilitas. Dimas, anak disabilitas tinggal di Posko. Ayahnya sudah kena pukul, tidak bisa berjalan, ia dipukul pada kepala," kata Baren.

Putri Ambarita (25), kakak kandung Dimas, juga mengalami luka serius. Ia bersama Feny, Rosmawati Ambarita (nenek 78 tahun), dan Delima Sinaga (61 tahun) berusaha melindungi Dimas.

"Kak Putri sampai berlutut memohon agar tidak dipukuli. Namun pekerja TPL tidak peduli. Kami dihajar," tutur Feny.

Akibatnya, pentungan kayu mengenai kaki, punggung, pundak, dan kepala Putri.

"Menurut dokter, kondisinya parah. Agak linglung. Jadi kata dokter akan dibawa untuk konsultasi lanjutan ke psikolog atau psikiater," kata Feny.

Delima Sinaga dipukul di pundak, dan Rosmawati Ambarita dipukul di bagian bawah mata serta pundak.

Masyarakat adat Sihaporas telah menghuni dan mewarisi tanah leluhur mereka secara turun-temurun selama 11 generasi. Leluhur mereka, Martua Boni Raja atau Ompu Mamontang Laut Ambarita, memulai perkampungan ini sekitar awal tahun 1800.

Masyarakat Sihaporas bukan penggarap atau pendatang, terbukti dengan adanya tujuh pejuang Veteran Kemerdekaan RI (LVRI) dari komunitas ini.

Bahkan, penjajah Belanda telah menggunakan tanah Sihaporas untuk kebun ubi dan tanaman pinus serta menerbitkan Peta Enclave tahun 1916, 29 tahun sebelum Indonesia Merdeka.

Selama ini, masyarakat adat Sihaporas rutin menjalankan prinsip tanah adat dan memelihara tujuh ritual adat yang diwarisi sebagai identitas.

Ritual-ritual ini, seperti Patarias Debata Mulajadi Nabolon (pesta adat memuji Sang Pencipta), Raga-raga Na Bolak Parsilaonan (doa permohonan kepada leluhur), hingga Manjuluk (doa sebelum menanam), merupakan cara komunitas menghormati dan merawat keterikatan dengan Tuhan, leluhur, dan alam.

Tetua adat Mangitua Ambarita menegaskan bahwa tradisi leluhur adalah identitas yang akan diwariskan turun-temurun, sehingga tetap dilaksanakan sesuai waktu yang ditentukan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak