-
Pameran foto PFI Bogor di Alun-alun rekam satu dekade sejarah, dikunjungi mantan Wali Kota Bima Arya.
-
Bima Arya apresiasi foto jurnalistik sebagai mesin waktu dan pesan reflektif dari dinamika kota.
-
Wamendagri Bima Arya soroti nilai penting karya foto cetak fisik di tengah dominasi dunia digital.
SuaraBogor.id - Suasana Alun-alun Kota Bogor pada Jumat, 25 September 2025, terasa berbeda. Di tengah hiruk pikuk aktivitas warga, deretan karya visual yang merekam sejarah satu dekade terakhir kota hujan ini terpampang rapi.
Pameran Foto Satu Dekade yang digelar oleh Pewarta Foto Indonesia (PFI) Bogor ini mendapat kunjungan istimewa dari Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto.
Bagi Bima Arya, kunjungan ini bukan sekadar formalitas pejabat negara. Sebagai Wali Kota Bogor selama dua periode (2014-2024), ia adalah bagian tak terpisahkan dari banyak momen yang diabadikan oleh para jurnalis foto tersebut.
Kehadirannya menjadi bentuk apresiasi nyata terhadap dedikasi para pewarta foto yang telah membekukan waktu dan peristiwa penting di Kota dan Kabupaten Bogor.
Baca Juga:Partai Bulan Bintang Tolak Keras Ambang Batas Parlemen Tinggi: Suara Kaum Marginal Terancam?
Setelah berkeliling dan mengamati satu per satu karya yang dipamerkan, Bima Arya tidak bisa menyembunyikan kekagumannya.
Baginya, foto jurnalistik memiliki kedalaman yang lebih dari sekadar dokumentasi visual.
"Setiap tahun saya selalu usahakan menikmati sajian dari teman-teman pewarta foto, karena pasti di situ ada pesan yang ingin disampaikan. Momen-momen yang direkam itu bukan momen biasa," ujar Bima Arya.
Foto-foto yang ditampilkan, mulai dari dinamika politik, sosial, hingga masa-masa sulit seperti pandemi Covid-19, berfungsi sebagai mesin waktu.
Karya-karya ini mengajak pengunjung, termasuk Bima, untuk merenung dan mengambil pembelajaran dari setiap fase yang telah dilalui bersama.
"Kalau kita flashback, itu pasti sekilas pikiran kita ingat masa itu. Dan pasti punya catatan tersendiri supaya bisa reflektif," ungkapnya.
Baca Juga:Kisah Awal Ribuan Mimpi: Pekan Ta'aruf UIKA 2025, Langkah Pertama Menuju Global Impact
Di tengah kemudahan teknologi digital saat ini, Bima Arya justru menyoroti sebuah paradoks yang menarik dan relevan, terutama bagi generasi muda yang hidup di antara dunia maya dan nyata.
Ia menekankan bahwa karya cetak (fisik) seringkali memiliki daya tahan dan nilai historis yang lebih kuat dibandingkan file digital yang mudah hilang atau tertumpuk.
"Hari ini, di satu sisi semua serba digital, serba mudah. Tapi ternyata yang tersisa di rumah saya itu justru yang dicetak. Foto-foto kampanye dari tahun 2012 misalnya, itu yang masih bisa dilihat. Sementara yang digital, seringkali sulit ditemukan," jelas Bima.
Bima Arya juga memberikan apresiasi khusus kepada PFI Bogor atas pemilihan lokasi pameran. Menghadirkan karya jurnalistik berkualitas di Alun-alun Kota Bogor dinilai sebagai langkah tepat untuk mendekatkan seni dan informasi kepada masyarakat luas tanpa sekat.
"Ini bagus karena ada di tengah-tengah warga. Kalau di mal mungkin aksesnya berbeda. Tapi kalau di alun-alun, semua warga berhak menikmati," tandasnya.