KPK sita aset properti eks Staf Ahli Menaker di Depok dan Bogor terkait kasus dugaan pemerasan RPTKA.
Kasus ini libatkan delapan tersangka Kemenaker, peroleh Rp53,7 M dari pemerasan RPTKA kurun 2019–2024.
Dugaan pemerasan RPTKA terjadi masif melintasi tiga periode kepemimpinan Menaker sejak 2009 hingga 2024.
Dengan demikian, pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada tersangka.
Modus operandi ini menciptakan tekanan bagi para pemohon RPTKA dan membuka celah besar untuk praktik pemerasan yang merugikan banyak pihak.
Skandal korupsi RPTKA ini ternyata bukan isu baru. Selain itu, KPK mengungkapkan bahwa kasus pemerasan pengurusan RPTKA tersebut diduga terjadi sejak era Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada periode 2009–2014, yang kemudian dilanjutkan Hanif Dhakiri pada 2014–2019, dan Ida Fauziyah pada 2019–2024.
Ini menunjukkan bahwa dugaan praktik pemerasan telah berlangsung secara masif dan terstruktur melintasi tiga periode kepemimpinan di Kemenaker.
Baca Juga:Horor di Jalan Cibadak Ciampea: Lalin Bogor Barat Lumpuh Berjam-jam, Ini Penyebabnya!
Total uang yang berhasil dikumpulkan para tersangka tidak main-main. Menurut KPK, para tersangka dalam kurun waktu 2019–2024 telah mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari pemerasan pengurusan RPTKA.
Angka fantastis ini menggarisbawahi skala kejahatan yang terjadi. KPK telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus ini aparatur sipil negara di Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad. Mereka telah ditahan dalam dua kloter, pada 17 Juli dan 24 Juli 2025.